Rhenald Kasali: Indonesia Tidak Siap Hadapi Penguatan Dolar

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Gurubesar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali menilai sejak tahun 2009 Indonesia tidak siap dan tidak memiliki rencana menghadapi kemungkinan penguatan dolar AS, walaupun hal itu sebetulnya sudah diprediksi.
Menurut dia, Bank Sentral AS (The Fed) sudah jauh-jauh hari mengingatkan bahwa kebijakan pelonggaran kebijakan moneter (quntitative easing) akan ada batas waktunya, yang menyebabkan suku bunga AS akan naik dan nilai tukar dolar AS akan menguat.
Sejumlah lembaga, seperti Morgan Stanley dan berbagai biro riset sudah mengingatkan bahwa beberapa negara, seperti Brasil, Chile, Turki, Afrika Selatan dan Indonesia akan mengalami kesulitan.
"Menjadi masalah, sejak 2009 kita tak membuat planning apa-apa. Bahkan subsidi BBM tidak dialihkan ke sektor produktif," kata Rhenald, lewat akun twitternya hari ini (3/8).
Rupiah pagi tadi menurut Bloomberg Dollar Index bertengger di kurs ke Rp 13.514 per dolar AS. Melemahnya rupiah akibat penguatan dolar telah menjadi sorotan luas. Kemarin, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, menjadi sasaran kritik karena pernyataannya yang mengatakan pelemahan rupiah bukan tanggung jawab pemerintah. Bambang mengatakan, rupiah yang terdepresiasi lebih dalam ini merupakan tanggung jawab otoritas moneter yakni Bank Indonesia. Menurut dia, Bank Indonesia lah yang seharusnya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Rhenald Kasali berpendapat tanggung jawab atas pelemahan rupiah saat ini sebetulnya sudah bisa ditelusuri jejaknya sejak 2008. Ketika itu, AS dilanda krisis.
(7) Pd tahun 2008 Amerika dilanda krisis. Mereka pontang-panting. Obama pusing, maka dicari jalan keluar...
— Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) August 3, 2015
Untuk menghadapinya, The Fed mengambil langkah pelonggaran kebijakan moneter yang dikenal sebagai quantitative easing.
(8) tahun 2009 The Fed (bank central Amerika) mulai mengambil kebijakan Quantitative Easing secara besar2an....
— Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) August 3, 2015
Melalui kebijakan ini, pasok dolar bertambah signifikan.
(9) intinya, Amerika mencetak dolar dalam jumlah besar untuk menarik obligasinya. Jumlahnya amat besar: USD 3.5-4.5 T...
— Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) August 3, 2015
(10) Dengan program itu, dolar mengalir deras ke emerging countries, termasuk Brazil, Indonesia, Chili dll...
— Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) August 3, 2015
(11) Dengan demikian supply dollar di emerging countries jadi berlimpah...wajar kl kursnya turun. Dan Rupiah terkesan membaik saat itu.
— Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) August 3, 2015
(12) Maka mata uang berbagai bangsa, antara 2009-2012 terkesan menguat, dan kepala2 negara emerging countries senang...
— Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) August 3, 2015
(13) Sayangnya kebijakan itu ada batas waktunya, dan pemerintah Amerika sudah jauh2 hari mengingatkan akan ada batas waktunya
— Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) August 3, 2015
(14) dan batas waktunya adalah tahun lalu. Program quantitative easing diakhiri bertahap. Rupiah yg menguat 2009-2013.. Perlahan2 goyah
— Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) August 3, 2015
(15) Quantitative easing diakhiri, dolar dipanggil pulang. Bunga T-bond dilepas, naik perlahan- lahan...dolar pun pulang kandang ke USA
— Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) August 3, 2015
(18) Pasokan dolar di negara2 Asia tiba-tiba menjadi seret, dan menguatlah dolar...
— Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) August 3, 2015
Rhenald mengatakan masalah yang dihadapi kini muncul karena sejak 2009 Indonesia tidak mengantisipasinya.
"Infrastruktur tidak dibangun, penegakan hukum terkesan diabaikan, pelabuhan tidak dibenahi sejak lima tahun.Dengan demikian, saatnya tiba kita tidak siap," tulis dia.
Rhenald mengatakan, kini Indonesia harus menghadapi penguatan dolar AS yang memang terjadi merata kepada semua mata uang di dunia. Kendati masalahnya berat dan tidak dapat diselesaikan dalam jangka pendek, Rhenlad meyakini masih ada jalan. Sayangnya ia belum bersedia mengemukakan jalan itu.
(25) Kini masalahnya sudah di depan mata...ibarat kita ingin merubah udara panas menjadi hujan...rasanya sia2... Tapi bukan tak ada jalan...
— Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) August 3, 2015

Tentara Ukraina Menolak Desakan Perdamaian Trump-Rusia
KIEV, SATUHARAPAN.COM-Pembicaraan perdamaian pekan ini antara Rusia dan Amerika Serikat yang bertuju...