Rokok, Penyumbang Kemiskinan Kedua Terbesar Tahun 2015
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat penduduk miskin di Indonesia sampai bulan Maret 2015 meningkat 11,22 persen yaitu sebesar 28,59 juta orang dibandingkan dengan bulan September 2014 sebesar 27,73 juta orang.
Kepala BPS Suryamin menyatakan ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan penduduk yang dihitung berdasarkan ukuran Garis Kemiskinan. Di antaranya adalah Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan. Kemudian, konsep yang digunakan adalah konsep kemiskinan yang dipandang sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.
Dalam laporan tersebut, BPS menyatakan peranan komoditi makanan masih menyumbang 73,23 persen terhadap penghitungan Garis Kemiskinan.
Pada Maret 2015, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di pedesaan adalah beras sebesar 23,49 persen di perkotaan dan 32,88 persen di pedesaan. Suryamin mengatakan ketika harga beras naik, orang miskin langsung terpukul karena pengeluaran bertambah besar.
“Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap Garis Kemiskinan sebesar 8,24 persen di perkotaan dan 7,07 persen di pedesaan. Rokok memang tidak punya kalori, tapi dia ada pengaruh besar makanya tetap dihitung dalam pengeluaran,” kata Suryamin di Kantor BPS Jalan Dr. Sutomo Jakarta Pusat, hari Selasa (15/9).
Menurutnya, kenaikan harga rokok ini meningkat setiap bulan walaupun tidak terlalu besar. Tapi, kenaikan harga rokok ini berpengaruh besar terhadap angka kemiskinan.
Kemudian, komoditi lainnya adalah telur ayam ras sebesar 3,59 persen di perkotaan dan 2,91 persen di perdesaan, mie instan sebesar 2,77 persen di perkotaan dan 2,44 di pedesaan.
Sedangkan, komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi.
Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Meningkat
Dalam kesempatan yang sama, Suryamin mengatakan persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan itu sendiri.
Pada periode September 2014 hingga Maret 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami kenaikan.
“Indeks Kedalaman Kemiskinan pada bulan September 2014 adalah di level 1,75 dan pada Maret 2015 mengalami kenaikan menjadi level 1,97. Demikian juga yang terjadi dengan Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami kenaikan dari level 0,44 menjadi level 0,54 pada periode yang sama,” kata Suryamin.
Kemudian apabila dilihat pada maret 2014 hingga Maret 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan juga cenderung mengalami kenaikan.
Apabila dibandingkan dengan daerah perkotaan dan pedesaan, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan di daerah pedesaan lebih tinggi daripada di daerah perkotaan. Pada Maret 2015, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan untuk daerah perkotaan ada di level 1,40 sementara di daerah pedesaan mencapai level 2,55.
Sementara itu nilai Indeks Keparahan Kemiskinan untuk perkotaan adalah di level 0,36 dan di daerah pedesaan mencapai level 0,71.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...