Rusia Janjikan Gencarkan Serangan di Suriah
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM - Rusia berjanji untuk terus mendukung pasukan pemerintah Suriah melawan "terorisme". Sementara itu, kelompok oposisi utama mengatakan akan mendukung gencatan senjata yang diusulkan hanya jika para pendukung pemerintah menghentikan serangan.
Kekuatan dunia telah mendorong dilakukannya penghentian permusuhan guna membuka jalan bagi perundingan baru untuk mengakhiri perang Suriah, hampir lima tahun setelah perang mulai berlangsung.
Sejauh ini, gencatan senjata terbukti sulit terwujud dan gagal diterapkan pada Jumat sesuai rencana awal, bahkan ketika pertempuran di lapangan memanas dan ketegangan antara Rusia dan pendukung oposisi Turki meningkat.
Rusia mengatakan pembicaraan yang dipimpin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang gencatan senjata yang dijadwalkan pada Sabtu (21/2) ditunda ke tanggal yang belum ditentukan. Penundaan itu meningkatkan kekhawatiran baru tentang apakah gencatan senjata bisa dilaksanakan.
Para pejabat Rusia dan AS bertemu pada Jumat untuk mencoba menuntaskan rincian gencatan senjata yang diusulkan, namun belum menguraikan proposal konkret.
Syarat Gencatan Senjata
Pemimpin Komite Negosiasi Tinggi (HNC) utama mengatakan dalam pernyataan bahwa kelompok oposisi akan setuju melakukan gencatan senjata sementara hanya jika pendukung pemerintah menghentikan serangan.
Riad Hijab mengatakan setiap gencatan senjata harus dicapai "dengan mediasi internasional dan dengan jaminan bahwa Rusia, Iran dan milisi-milisi sektarian dan tentara bayaran mereka menghentikan pertempuran".
Pernyataan, yang dikeluarkan setelah pertemuan HNC, mengatakan oposisi "ingin menanggapi positif upaya internasional untuk menghentikan pertumpahan darah Suriah".
"Tapi ... tidak akan ada gencatan senjata kecuali pertempuran berhenti secara bersamaan pada semua pihak yang berperang, pengepungan dihentikan, bantuan kemanusiaan dikirimkan kepada mereka yang membutuhkan, dan para tahanan, terutama perempuan dan anak-anak, dibebaskan," katanya.
Tapi di lapangan, ada sedikit tanda bahwa berbagai pihak dalam konflik yang semakin rumit itu sedang mempersiapkan untuk menghentikan operasi.
Turki kembali menembaki pasukan yang dipimpin Kurdi pada Sabtu, sehari setelah Dewan Keamanan PBB menolak tawaran Rusia untuk menghentikan aksi militer Turki di Suriah.
Moskow menyatakan "menyayangkan" bahwa resolusi itu telah ditolak, dan mengatakan "prihatin terhadap ketegangan yang tumbuh di perbatasan Suriah-Turki".
Turki telah menembakkan peluru-peluru artileri ke provinsi Aleppo di utara Suriah pada pekan lalu dalam upaya membendung pergerakan koalisi pimpinan Kurdi, yang telah merebut wilayah dari pemberontak.
Ankara adalah pendukung utama oposisi Suriah, dan dengan keras menentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad maupun milisi kuat Unit Perlindungan Rakyat Kurdi di Suriah (YPG).
Ankara menuduh YPG sebagai jaringan Suriah yang bergabung dengan Partai Buruh Kurdistan terlarang, yang telah melakukan pemberontakan selama puluhan tahun melawan Ankara.
YPG adalah komponen utama kekuatan bersama Kurdi-Arab yang telah menyapu bagian wilayah Aleppo utara dalam beberapa hari terakhir, mengambil alih wilayah dari pemberontak yang didukung Turki.
Laju sekutu Pasukan Demokratis Suriah telah membuat Turki gusar. Turki merasa khawatir bahwa Kurdi sedang berupaya menyatukan beberapa daerah mayoritas Kurdi di utara dan timur laut Suriah untuk menciptakan wilayah berdekatan di perbatasan.
Tertunda
Sementara itu, pasukan pemerintah Suriah juga telah melaju di provinsi Aleppo dengan dukungan serangan udara Rusia, yang memulai penyerangan udara pada September sebagai dukungan kepada pemerintah.
Moskow mengatakan pad hari Sabtu (21/2), serangan akan berlanjut dan bahwa Rusia "melanjutkan langkah konsisten dalam memberikan bantuan kepada Suriah serta membantu angkatan bersenjata negara itu dalam melaksanakan serangan terhadap teroris".
Pemantau Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan Rusia sedang melancarkan serangan udara di provinsi Aleppo dan beberapa wilayah lainnya.
Rusia mengatakan serangannya menargetkan "teroris", tapi oposisi dan para pendukungnya menuduh Moskow memusatkan arah serangan ke kalangan pemberontak moderat dan Islamis, bukan ke kelompok garis keras seperti ISIS.
Sudah lebih dari 260.000 orang tewas di Suriah sejak konflik dimulai sementara setengah penduduk mengungsi, termasuk lebih dari empat juta di antaranya ke luar negeri.
Upaya terbaru menemukan penyelesaian politik untuk perang Suriah gagal awal bulan ini. Utusan PBB Staffan de Mistura awalnya mengusulkan 25 Februari sebagai tanggal untuk mencoba melanjutkan pembicaraan.
Ia mengakui pada Jumat bahwa tanggal itu sudah tidak lagi memungkinkan dan bahwa persiapan masih membutuhkan waktu sedikitnya 10 hari. (AFP)
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...