Sabam Sirait dan Tokoh Kristen Bahas Tragedi Aceh Singkil
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pembakaran gereja di Aceh Singkil menjadi topik diskusi yang diselenggarakan oleh Yayasan Komunikasi Indonesia di Jakarta, Kamis (22/10).
Pertemuan tersebut dibuka oleh pendiri Yayasan, yaitu Sabam Sirait. Ia mengutip pernyataan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyesalkan terjadinya peristiwa Singkil. Disebutkan bahwa peristiwa Singkil tidak terjadi kalau masyarakat mau pun pemerintah --dari era sebelumnya mau pun sekarang -- mengurus Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan baik.
"Kalau itu diurus, tidak pernah terjadi kekerasan di Papua maupun di Aceh seperti sekarang ini. Tetapi saya dapat membayangkan kita belum mampu. Dan pada tahun-tahun yang akan datang, kita harus siap menjaga republik kita ini. Peristiwa seperti ini harus kita hadapi sebagai bangsa. Saya bukan menakut-nakuti," kata dia
Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Yayasan Komunikasi Indonesia, Bernard Nainggolan, menyoroti dari sisi hukum. Pengacara ini mengatakan ada substansi hukum yang harus diubah bila ingin menyelesaikan persoalan Tragedi Singkil.
"Seharusnya perbedaan agama bisa dijadikan manfaat untuk kesejahteraan, tetapi hal tersebut malah sebaliknya.”
“Persoalan hukum yang menjadi tanda tanya besar adalah mengapa ada hukum yang memecah belah bangsa.” Kata Bernard.
"Seharusnya kaum minoritas mengerti bahwa ini adalah negara dengan berbagai macam agama, dan harus saling menghormati. Pengertian terhadap sesama agama harus diterapkan." kata Bernard
Ia menilai, hukum tentang agama belum sesuai.
Sementara itu Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Albertus Patty, menilai ada beberapa kesamaan antara Aceh dan Tolikara. Keduanya seperti sebuah bentrokan dan kekerasan yang didasari oleh agama,namun menurut dia, hal tersebut bisa juga karena adanya manipulasi oleh kepentingan politik lokal.
Albertus khawatir elit politik lokal memainkan isu agama sebagai tameng untuk kepentingan diri sendiri.
"Kita harus berhati-hati bahwa bisa jadi ini bukan karena agama, jadi harus diteliti lebih dahulu”, kata Albertus Patty.
Ia menengarai, ada kemungkinan adu domba masyarakat yang dilakukan oleh elit politik untuk menyejahterakan kehidupan untuk elit politik itu sendiri.
Menurut Albertus, masyarakat di Singkil sudah terbiasa dengan keanekaragaman, dan seharusnya mampu menerima perbedaan, Albertus juga menyampaikan seharusnya ajaran berbagai agama dijadikan norma yang memperkuat Indonesia.
Monique Rijkers, wartawan yang pernah melakukan investigasi di Singkil yang turut menjadi pembicara, mengatakan gereja-gereja di Singkil mempunyai keunikan dengan banyaknya orang Batak bermukim di sana. Monique meyakini Tragedi Singkil dipicu oleh faktor agama, bukan hal lain.
Ketum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Ayub Manuel Pongrekun, sebagai narasumber keempat menyesalkan absennya negara pada Tragedi Singkil.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...