Saksi: Anas Minta Ignatius Mulyono Monitor SK Tanah Hambalang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Saksi sidang perkara projek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang menyatakan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, menugaskan anggota Komisi II DPR, Ignatius Mulyono, memonitor pengurusan Surat Keputusan Hak Pakai tanah projek.
"Waktu menelepon, Pak Ignatius mengatakan tolonglah Pak Ketua, Ketua Demokrat, Pak Anas Urbaningrum, saya dimintai tolong Pak Anas untuk memonitor SK pemberian hak pakai kepada Menpora," kata mantan Sekretaris Utama (Sestama) Badan Pertanahan Nasional, Managam Manurung, dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (26/11).
Managam menjadi saksi untuk mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga, Deddy Kusdinar.
Dalam surat dakwaan, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan bahwa Anas memerintahkan Ignatius Mulyono selaku anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrat yang mitra kerjanya BPN untuk mengurus permasalah pengurusan hak pakai tanah untuk pembangunan P3SON Hambalang.
Akhirnya Ignatius berhasil mengurus SK Hak Pakai atas tanah Kemenpora di Hambalang, kemudian menyerahkan SK tersebut ke Anas di ruangan Ketua FPD yang disaksikan Muhammad Nazaruddin. Sedangkan salinan SK diberikan ke Nazaruddin.
"Tapi bukan karena pesan itu proses jadi cepat, karena saat konsep SK ada di Pak Kepala (BPN), saya tidak monitor. Pada Januari saya monitor itu sudah turun tapi bukan karena telepon itu diproses. Saya tidak komunikasi dengan pak kepala (BPN). Saya seolah pahlawan padahal proses sudah di ujung sekali," tambah Managam.
Dia mengaku saat menjabat sebagai Sestama, risalah data dan konsep SK sudah sampai ke Kepala BPN. "Kebetulan ada pertanyaan kepala administrasi naik turun ke saya. Saya jawab dan perbaiki. Tidak ada masalah, sudah dijamin pak kepala bahwa itu bisa ditandatangani," ungkap Managam.
Managam mengaku ditelepon Ignatius menjelang tahun baru 2009, kemudian pada diketahui pada 4 Januari 2010 setelah Managam mengecek ternyata telah ditandatangani Kepala BPN, Joyo Winoto, selanjutnya pada 6 Januari Ignatius mengambil langsung SK itu.
"Dia (Ignatius) datang jam empat sore ke ruangan saya, ambil SK hak pakai yang sudah ditanda tangan bapak kapala, sekretaris saya mengambil ke TU (Tata Usaha), sebenarnya dia tidak bawa surat kuasa dari Menpora," tambah Managam.
Namun akhirnya Managam memberikan SK tersebut ke Ignatius karena Ignatius menyatakan dirinya sebagai orang tua sehingga SK hak pakai tanah Hambalang tetap diberikan dengan menyusulkan surat kuasa. Tapi Managam juga mengaku tidak tahu kepentingan Ignatius mengambil surat itu.
"Kepentingannya saya tidak tahu, mungkin sudah terlalu lama lima tahun, komisi II minta tolong wajar juga saya sebagai Sestama memberikan tolong, tapi saya tidak tahu siapa yang terima SK, saya hanya berikan ke Ignatius," ungkap Managam.
Managam pun mengaku tidakk mengecek SK tersebut ke Kemenpora karena tidak mengenal orang di kementerian tersebut.
Meski menjadi Sestama yang jabatannya di bawah Kepala BPN Joyo Winoto, Managam pun tidak melapor ke JOyo saat dimintai tolong oleh Ignatius.
Dalam dakwaan jaksa, PT Duta Graha Indah milik Nazaruddin menugaskan Mindo untuk mengurus sertifikat tanah Hambalang, bahkan sudah mengeluarkan uang untuk pengurusan tanah itu, sayangnya perusahaan Nazaruddin tidak berhasil memenangkan lelang jasa konstruksi Hambalang meski telah mengusahakan sertifikat tanah.
Dalam perkara ini, Deddy sebagai PPK disangkakan mendapatkan uang Rp 1,4 miliar dari total anggaran Rp 2,5 triliun. Uang juga mengalir ke pihak-pihak lain antara lain mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, sebesar Rp 4 miliar dan 550 ribu dolar AS, Sekretaris Kemenpora, Wafid Muharam, mendapatkan Rp 6,55 miliar, mantan ketua umum PD, Anas Urbaningrum mendapatkan Rp 2,21 miliar.
Deddy Kusdinar didakwakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dengan denda Rp 1 miliar. (Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...