Sanikem, No More!
Indonesia harus menjadi bumi manusia.
SATUHARAPAN.COM – Ontosoroh hanyalah tokoh fiktif dari imajinasi genial almarhum Pramoedya Ananta Toer sebagaimana dituangkan dalam tetraloginya yang sangat monumental. Namun demikian, tokoh Ontosoroh ternyata menjadi inspirasi sampai hari ini, utamanya dalam hal memperjuangkan kebebasan dari berbagai bentuk penjajahan.
Sanikem adalah nama yang diberikan Sastrotomo, ayahnya, seorang juru tulis di sebuah pabrik gula. Seorang ayah yang gila jabatan sehingga rela memberikan Sanikem kepada Herman Mellema, seorang pengusaha paruh baya asal Belanda, demi jabatan yang diidamkannya. Sejak itu, Sanikem menjadi Nyai.
Sebutan Nyai merupakan ejekan untuk setiap perempuan pribumi yang diambil menjadi gundik orang Belanda. Sebagai nyai, mereka memang hidup berkecukupan, namun sejatinya mereka kehilangan kebebasan. Alih-alih merutuki nasib, Sanikem—yang menyadari hal itu sepenuhnya—berjuang untuk mengubah perjalanan hidupnya. Ia memulai seluruh perjuangan itu dengan pertama-tama mengganti namanya menjadi Ontosoroh. Sanikem sudah mati. Ini adalah simbol perlawanan terhadap hegemoni ayahnya, penjajahan di ranah domestik.
Perjuangan berlanjut. Ontosoroh belajar terus. Ia memperjuangkan haknya untuk diakui sebagai manusia yang setara. Bagi Ontosoroh, belajar adalah satu-satunya cara untuk melawan berbagai penghinaan, kebodohan, juga kemiskinan. Ia belajar tata niaga, bahasa Belanda, membaca berbagai media Belanda, belajar budaya dan hukum Belanda. Ia meyakini dan berharap semua pengetahuan itu akan berguna bagi dirinya dan anaknya.
Ontosoroh berhasil membuktikan bahwa ia betul. Ia menjadi perempuan pribumi yang berhasil mengurus perusahaan suaminya, berani menyatakan pendapat dan tidak takut keliru. Ia melawan segala bentuk penindasan terhadap diri dan keluarganya. Ontosoroh bukan nyai sembarang nyai. Dia sendiri merupakan simbol perlawanan terhadap hegemoni asing, penjajahan di ranah publik.
Besok, tanggal 20 Mei, sebagai bangsa Indonesia kita memperingati hari Kebangkitan Nasional. Ini adalah salah satu tonggak sejarah yang bukan saja perlu kita kenang, namun harus terus-menerus dihidupi dalam diri setiap anak bangsa. Kebangkitan Nasional adalah momentum ketika para pendahulu kita tiba pada kesadaran untuk memperjuangkan kesetaraan dan kesamaan hak sebagai manusia. Melalui gerakan Boedi Oetomo, yang berdiri pada 20 Mei 1908, cikal bakal pergerakan kemerdekaan Indonesia dimulai. Kesadaran akan pentingnya nasionalisme, rasa kebangsaan, terus digulirkan.
Melalui momentum Kebangkitan Nasional ini kita diajak untuk mengingat dan menghidupi dua hal. Pertama, Indonesia adalah sebuah nasion, bangsa. Oleh karena itu, setiap warga negara Indonesia pada dirinya adalah bagian yang ikut membentuk Indonesia sebagai bangsa. Dengan demikian, kesatuan menjadi keniscayaan. Kedua, sebagai bangsa yang merdeka maka penjajahan dalam berbagai bentuknya—baik di ranah domestik maupun publik—tidak boleh ada lagi di bumi Indonesia. Setiap orang harus saling menghargai sesamanya sebagai manusia. Tak boleh ada lagi Sanikem yang lain. Indonesia harus menjadi bumi manusia.
Syabas!
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Norwegia Akan Menyediakan US$242 Juta Perkuat Angkatan Laut ...
OSLO, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah Norwegia mengatakan pada hari Senin (16/12) bahwa mereka akan menye...