Sanusi Akui Tak Tahu Ada Dana Barter dalam Izin Reklamasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mohamad Sanusi, mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, yang kini tengah menjadi salah satu tersangka dalam kasus suap pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Reklamasi di Teluk Jakarta, mengaku tak mengetahui adanya dugaan dana barter dalam perizinan lahan reklamasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan perusahaan pengembang.
“Saya tidak tahu adanya dana barter tersebut,” kata Sanusi ketika ditanya oleh awak media di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai pemeriksaannya sebagai tersangka, hari Senin (30/5) siang.
Sanusi, saat dikonfirmasi awak media, juga mengaku berkas perkaranya belum lengkap.
“Berkas saya belum lengkap atau P21. Doakan saja ya,” katanya.
Ketika ditanya mengenai ada tidaknya pihak-pihak lain yang terlibat di dalam pusaran kasus ini, Sanusi menepisnya.
“Memang nggak ada yang diungkap, pokoknya saya sudah terbuka kepada KPK,” ujar Sanusi.
Sanusi juga menepis bahwa dirinya tidak pernah mengetahui adanya ‘perjanjian preman’ yang diduga dilakukan Pemprov DKI Jakarta dengan para pengembang yang terlibat pengerjaan reklamasi.
“Tidak pernah, tidak pernah sama sekali. Saya nggak tahu. Secara prosedur harusnya Raperda-nya jadi dulu ya,” kata Sanusi.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Basuk Tjahaja Purnama (Ahok), mengakui bahwa ada ‘perjanjian preman’ yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dengan para pengembang yang terlibat pengerjaan reklamasi, karena tidak ada peraturan daerah (Perda) yang bisa dijadikan sebagai landasan kuat penarikan kewajiban tambahan.
Dari informasi yang dihimpun, di dalam ‘perjanjian preman’ tersebut, empat perusahaan pengembang yang terdiri atas PT Muara Wisesa, PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Kartika Pakci disebut akan membantu Pemprov DKI Jakarta dalam mengendalikan banjir di kawasan utara Jakarta.
Dikutip dari pernyataan Ahok pada tanggal 13 Mei 2016 lalu, bahwa terdapat Keppres yang menyebutkan landasan berupa tambahan kontribusi kewajiban (fasilitas umum dan fasilitas sosial). “Ada pula kontribusi sebesar lima persen. Di situ katakanlah ada kontribusi tambahan, tetapi enggak jelas apa. Ya, saya manfaatkan dong.”
Menurut Ahok, PT Agung Podomoro Land sudah mengeluarkan sekitar Rp 200 miliar. Namun, nominal tersebut belum sepenuhnya dari nilai kontribusi tambahan yang semestinya. "Yang sudah dikerjain jalan inspeksi, rusun, tanggul, dan pompa.”
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara yang dilakukan, penyidik KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk Mohamad Sanusi, mantan Anggota DPRD DKI Jakarta, Ariesman Widjaja, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, dan Trinanda Prihantoro, karyawan PT APL, sebagai tersangka kasus pembahasan raperda zonasi Pantai Utara Jakarta.
Penetapan ketiganya sebagai tersangka bermula dari kegiatan operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada hari Kamis (31/3) sekitar pukul 19.30 WIB terhadap Sanusi dan Gerri sebagai perantara suap di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, setelah menerima uang dari Trinanda. Dari lokasi kejadian, KPK berhasil mengamankan barang bukti berupa uang tunai Rp 1 miliar dan Rp 140 juta dalam pecahan Rp 100.000.
Selain penangkapan terhadap Sanusi dan Gerri, KPK juga mengamankan Trinanda di kantornya di kawasan Jakarta Barat dan Berlian di rumahnya di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.
Editor : Bayu Probo
Pemberontak Suriah: Kami Tak Mencari Konflik, Israel Tak Pun...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Pemimpin kelompok pemberontak Islamis Suriah, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), ...