SBY Tak Lagi Dipercaya di Aceh
BANDA ACEH, SATUHARAPAN.COM - Saat ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kurang melakukan hal yang terbaik bagi Aceh. Pernyataan ini ditegaskan Samsul B Ibrahim di Banda Aceh pada Minggu (4/8) seperti dikutip dari situs Nadhlatul Ulama (NU) pada Senin (5/8).
Ketua GP Ansor Aceh ini mengatakan bahwa saat ini, pemerintah pusat masih menunda-nunda pengesahan sejumlah regulasi yang berhubungan dengan upaya percepatan pembangunan Aceh.
Samsul menjelaskan secara mendetail bahwa ada beberapa peraturan yang belum disahkan, padahal dalam peraturan tersebut menyangkut tentang kebijakan yang menyangkut masalah penduduk Aceh secara keseluruhan. Dalam regulasi yang baru tersebut mengharuskan kepala daerah untuk mengatasi masalah kesejahteraan yang belum merata di propinsi berjuluk serambi Mekkah tersebut.
"RPP Migas belum disahkan. Keberadaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi terjadi tolak-tarik. Begitu juga masalah bendera dan lambang Aceh dibiarkan begitu saja. SBY nggak mau ambil sikap. Ini kan jelas bentuk tidak tahu balas budi," jelas Ketua Gerakan Pemuda Ansor Aceh, Samsul B Ibrahim di Banda Aceh, Ahad (4/8).
Mengenai pengelolaan RPP Migas, menurut atjehpost.com masalah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Migas tersebut ada perbedaan antara pengelolaan yang akan dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah Aceh. Perbedaan tersebut berkaitan dengan siapa yang berwenang mengelola sumberdaya alam lepas pantai.
Dalam bisnisaceh.com Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Migas Aceh masih sangat merugikan Aceh dalam hal aturan teknisnya.
Samsul mengatakan bahwa SBY sosok yang tidak berani, karena membuat kebijakan dalam waktu cepat karena banyak hak-hak rakyat Aceh yang tidak segera dipenuhi. Tidak hanya sebatas RPP Migas, tetapi dalam hal penanganan keamanan dan kewaspadaan separatisme-disintegrasi SBY harus tegas.
“Ada kubu pendukung bendera dan ada pula kubu penentang. Nah, SBY diam saja dia. Harusnya sadar bahwa kita di Aceh ini udah berdarah-darah gara-gara bendera. Ya dia kan presidennya. Kalau tolak, ya bilang ditolak. Kalau dukung, ya sahkan aja," pinta Samsul tegas.
Samsul menganggap bahwa adalah suatu hal yang ironis, karena pada 2009 SBY menjadi pilihan warga Aceh tetapi sosok yang dipilih tersebut tidak dapat mengembangkan amanat rakyat, tidak sebatas RPP Migas tetapi juga tentang menyangkut bendera Aceh. Fenomena yang sama juga ditunjukkan SBY. Secara tidak langsung, SBY mempraktekkan faham 'divide at impera' sehingga masyarakat Aceh terpecah dalam dua kubu.
GP Ansor dan Samsul mengatakan, wakil rakyat yang ada di parlemen tidak mencerminkan aspirasi masyarakat Aceh karena anggota DPR RI dan DPD RI yang dipilih melalui Pemilu 2009, tidak mampu menyokong agenda-agenda pembangunan yang disuarakan oleh Pemerintah Aceh di Jakarta. Anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh dikhawatirkan tidak memiliki kelebihan di hadapan presiden.
Menurut Samsul seharusnya anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh bisa menekan Presiden SBY untuk membuat kebijakan yang tepat dan merakyat, atau lebih tepatnya anggota DPR RI asal Aceh yang berasal dari partai Demokrat bisa masuk ke lingkaran satu presiden, agar setidaknya memperjuangkan aspirasi masyarakat Aceh.
“Ini mungkin memang dosa kita karena memilih Demokrat dan SBY yang plin-plan setiap tahun. Nasib Aceh memang selalu dibohongi," kata Samsul. (nu.or.id/atjehpost.com/bisnisaceh.com)
Editor : Yan Chrisna
Jakbar Tanam Ribuan Tanaman Hias di Srengseng
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat menanam sebanyak 4.700...