Segera Reformasi Aparat untuk Menegakkan Supremasi Hukum
Kasus penembakan terhadap empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II B, Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta pada Sabtu (23/3) mempertegas bahwa pondasi Indonesia sebagai negara hukum telah menjadi lemah. Tidak terlihat sosok supremasi hukum yang tegas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum terlihat “gemetar dan ketakutan” di hadapan kekuasaan dan kekuatan, bahkan apada kejahatan.
Kehidupan kita dalam bernegara, berbangsa dan bermasyarakat telah diwarnai secara mencolok oleh arogansi kekuasaan dan kekuatan, serta perilaku menelikung hukum. Dalam situasi ini, yang lemah selalu menjadi korban tanpa pembelaan, dan hal itu terjadi secara masif di semua level dan berbagai arena kehidupan.
Dalam kasus di Lapas Cebongan, tindakan brutal tersebut tidak bisa dibenarkan. Namun situasinya tidak cukup diselesaikan dengan hasil temuan Tim Investigasi TNI AD yang menyebutkan anggota Koppasus terlibat dan proses hukum yang akan dilakukan. Perlu pengungkapan dan penyelesaian secara tuntas berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang melatarbelakanginya, apalagi Tim tersebut menyebutkan korban sebagai preman.
Lebih jauh dari itu, peristiwa memilukan ini harus menjadi dasar bagi reformasi yang mendasar yang menyangkut agenda yang lebih tegas dalam menegakkan supremasi hukum. Tanpa itu, bangsa ini hanya akan hidup dalam kemunafikan yang dipamerkan secara telanjang: menyebut negara hukum, tetapi hukum dilecehkan, bahkan oleh aparat penegak hukum.
Setiap hari rakyat menyaksikan jalanan dikuasasi oleh mereka yang berani dan kuat, dan peraturan menjadi omong kosong, dan penuh praktik pemerasan. Di berbagai daerah rakyat kehilangan tanahnya karena diserobot oleh pengusaha yang dilindungi oleh aparat negara. Bahkan mereka dikriminalisasi karena membela hak mereka. Kasus konflik agraria di Indonesia telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan, khususnya terhadap tanah-tanah ulayat yang diambil untuk perkebunan oleh pengusaha besar. Hukum tidak digunakan untuk melindungi kebenaran tetapi melindungi pemilik modal, dan kekerasan terjadi.
Bisnis berwatak kartel tumbuh dengan masif, karena hukum yang ditelikung menyuburkan kriminal. Petani yang dalam posisi lemah, telah menjadi korban secara masif. Harga produk mereka dipermainkan oleh para petualang rente, sehingga mereka terus merugi dan tanpa pembelaan. Pupuk dan bibit dimanipulasi dan subsidi yang seharusnya untuk pertanian tidak sampai dengan semestinya. Hal itu terjadi terus-menerus, karena hukum tidak dijalankan.
Penyelundupan berbagai komoditi, termasuk penyelundupan bahan bakar minyak, terus terjadi. BBM bersubsidi untuk rakyat dibelokkan untuk kepentingan perorangan dan kelompok secara terang-terangan oleh mereka yang kuat. Hukum dan aparat penegak hukum seperti macan kertas menyaksikan kekacauan ini.
Dalam kehidupan sosial, berbagai konflik kekerasan dan main hakim sendiri tumbuh dengan masif. Kita menyaksikan pejabat negara dengan tebal muka membiarkan kasus –kasus yang melecehkan hukum terus terjadi, seperti kasus rumah ibadah GKI Taman Yasmin, Bogor, kasus Ahmadiyah dan kelompok kepercayaan lain.
Bangsa ini juga terlalu sering menyaksikan hukuman yang begitu “buta” pada kasus rakyat kecil yang dituduh mencuri sandal jepit, dan menjatuhkan vonis tampa pertimbangan yang pantas. Tetapi “gemetar” sehingga membebaskan anak pejabat yang menyebabkan kematian orang lain dalam kasus lalu lintas, atau grasi “memalukan” bagi narapidana narkotika.
Melemahnya supremasi hukum tidak bisa kita simpulkan sebagai rakyat telah kehilangan kepercayaan pada hukum. Sama sekali tidak. Rakyat masih percaya dan tetap percaya bahwa bangsa dan negara ini adalah negara yang berdasarkan hukum. Ketidak-percayaah itu bukan pada sistem tetapi pada pejabat negara, pada pemerintah dan pada aparat yang mengemban amanat menegakkan hukum. Reformasi mental aparat penegak hukum ini yang mendesak dilakukan. Tidak ada pilihan lain, dan caranya hukum dijalankan dengan tegas, dan lebih tegas kepada aparat yang menelikung hukum.
Editor : KP1
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...