Sejumlah Daerah di Tanah Air Tolak Valentine Day
NUSANTARA, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah daerah di penjuru Tanah Air menolak perayaan ‘Hari Kasih Sayang’ atau yang lebih dikenal dengan Valentine Day. Penolakan itu diungkapkan dengan berbagai cara, mulai dari menggelar demonstrasi dan membentangkan spanduk, memasang ajakan di papan baliho, hingga seruan yang dikeluarkan oleh seorang kepala daerah.
Mayoritas dari mereka menilai momentum yang biasanya diperingati setiap tanggal 14 Februari tersebut bertentangan dengan ajaran agama Islam. Selain itu, Valentine Day juga dinilai tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.
Salah satunya, Pemerintah Kota Gorontalo yang melarang warganya untuk merayakan Valentine Day di tempat-tempat umum maupun sekolah-sekolah di Kota Gorontalo. Bahkan, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo telah mengirimkan surat edaran ke seluruh sekolah untuk tidak merayakan Valentine Day.
"Perayaan Hari Valentine saya larang bagi pemuda di kota Gorontalo karena tidak sesuai dan seirama dengan budaya kita, kita adalah masyarakat religi yang menjunjung tinggi nilai budaya, oleh karena itu saya menggagas anak-anak muda kota Gorontalo untuk menggelar kegiatan yang bisa mengabaikan kegiatan Valentine," kata Wali Kota Gorontalo, Marthen Taha, seperti dikutip dari Antara, hari Sabtu (13/2).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, juga tidak ketinggalan. Mereka menerbitkan maklumat melarang kaum muda dan pelajar di wilayah setempat merayakan Valentine Day, karena bertentangan dengan budaya ketimuran.
"Kepada seluruh masyarakat Muslim terutama di Kota Pekanbaru agar tidak ikut merayakan budaya yang dapat menyesatkan akidah," ujar Ketua MUI Pekanbaru, Prof Ilyas Husti.
Menurutnya, Valentine Day adalah budaya barat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat, para generasi muda-mudi, dan pelajar, diminta tidak ikut-ikutan merayakan Valentine Day yang sangat bertentangan dengan aqidah agama Islam tersebut.
Akan Dirazia
Bahkan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, akan melakukan patroli ke sejumlah tempat yang dinilai menjadi pusat keramaian pada malam perayaan Valentine Day. Patroli dilakukan sejak hari Sabtu (13/2) pagi ke sejumlah jalur pendidikan, untuk mengantisipasi adanya perayaan Valentine Day oleh para pelajar di sekolah-sekolah.
Kepala Satpol PP Kota Mataram Chairul Anwar, mengatakan, pada malam harinya, pihaknya mengarahkan anggotanya melakukan patroli pada sejumlah titik keramaian. Titik-titik yang menjadi pusat keramian itu biasanya di taman-taman kota, seperti Taman Selagalas, Taman Udayana, Taman Sangkareang, Taman Malomba, Taman Loang Baloq, termasuk di Pantai Ampenan.
"Jika anggota kami menemukan adanya indikasi kegiatan yang mengarah ke perayaan Valentine Day, kami tentu akan menanyakan dan mencari tahu kebenaranya, tidak sembarangan melakukan penertiban," katanya.
Menurut Chairul, larangan perayaan perayaan Valentine Day ini mengacu pada imbauan Wali Kota Mataram Nomor 008/13/II/15 tentang pelarangan sekolah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka peringatan Valentine Day.
Sejarah Singkat
Berdasarkan sejarahnya, tidak ada catatan yang jelang mengenai Valentine Day. Sejumlah orang percaya bahwa hari tersebut merupakan peringatan meninggalnya Santo Valentine–uskup pada zaman kekaisaran Romawi–yang dianggap berjasa bagi pasangan muda-mudi yang hidup di zaman itu.
Saat Romawi terlibat perang, Kaisar Romawi Claudius II memerintahkan semua pemuda untuk berperang. Agar mereka lebih fokus berperang, ia melarang pemuda untuk menikahi pasangannya. Namun, Santo Valentine tidak menghiraukan larangan itu, ia secara diam-diam menikahkan muda-mudi. Ketika mengetahui hal tersebut, kaisar memutuskan untuk menghukum mati Santo Valentine.
Namun, ada juga orang yang percaya Valentine Day adalah festival kesuburan di zaman Romawi yang disebut dengan Lupercalia. Ini adalah festival untuk merayakan kelahiran, nenek moyang, dan cinta.
Versi lain menyebutkan perayaan valentine paling tua adalah ketika Charles, Duke of Orleans, yang dipenjara di sebuah menara London pada tahun 1415 mengirimkan puisi cinta untuk istrinya. Puisi itu ia tuliskan sebagai ungkapan cinta dan kerinduannya.
Tradisi mengirimkan puisi cinta kepada orang terkasih konon berasal dari cerita tersebut. Pada abad 17 dan 18, dimulai tradisi bertukar kado. Sementara itu memberikan kartu mulai populer di abad 19. Ini dianggap sebagai cara paling mudah untuk menunjukkan perasaan. Mulai paruh kedua abad ke-20, tradisi bertukaran kartu diperluas, dengan pemberian hadiah berupa mawar dan cokelat.
Editor : Eben E. Siadari
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...