Serangan Bom di Beirut, Membunuh Mantan Menteri Keuangan
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM - Sebuah ledakan besar mengguncang pusat kota Beirut, Libanon, hari Jumat (27/12). Ledakan terjadi di dekat Phoenicia Hotel dan disebutkan membunuh mantan Menteri Keuangan, Mohammed Shatah, dan enam orang lainnya.
Saluran televisi setempat menunjukkan pemandangan asap tebal di dekat Serail, tempat kantor perdana menteri Lebanon berada, dan sebuah distrik komersial utama di mana banyak terdapat toko, bank, dan restoran.
Rekaman yang disiarkan oleh Future TV menunjukkan orang-orang yang terbakar, sementara yang lain tergeletak di tanah. Beberapa orang berlumuran darah, serta kebakaran di beberapa titik lain ketika ambulans bergegas ke daerah yang dilanda kekacauan.
Beirut dilanda beberapa serangan mematikan selama beberapa bulan terakhir, termasuk dua bom bunuh diri pada November yang menargetkan kedutaan Iran dan pengeboman di markas gerakan Syiah, Hizbullah, di selatan ibu kota selama musim panas.
Mohammed Shatah adalah penasihat mantan Perdana Menteri Saad Hariri seperti diumumkan oleh Gerakan Al-Mustaqbal. Sebuah kertas identifikasi menunjukkan nama mantan menteri tersebut di lokasi ledakan. Jenazah Shatah dan pengawalnya dibawa ke Rafik Hariri University Hospital.
Ancaman Stabilitas
Berbagai laporan mengatakan ledakan itu dari bom mobil. Media setempat, almanar.com.lb, menyebutkan ledakan menargetkan konvoi seorang tokoh politik terkemuka Lebanon. Hal ini menandai mengancam yang akan membawa ketidakstabilan lebih lanjut untuk sebuah negara yang sudah tegang selama perang sipil di negara tetangganya, Suriah.
Media itu menyebutkan serangan dilakukan oleh seorang pembom bunuh diri. Selain membunuh Mohammed Shatah, dan lima orang lainnya, juga melukai sedikitnya 70 orang lainnya.
Ledakan itu terdengar di seluruh Beirut, kaca-kaca di gedung perkantoran dalam beberapa blok pecah. Di tempat itu pada tahun 2005 terjadi serangan terhadap tokoh Libanon, dan ayah perdana menteri, Rafik Hariri.
Sidang Tokoh Hizbullah
Sementara itu, di Libanon akan diselenggarakan persidangan terhadap tokoh Hizbullah yang didakwa melakukan serangan mematikan dalam beberapa pekan ke depan. Namun sejauh ini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan hari Jumat itu.
Dalam beberapa bulan terakhir, stabilitas Libanon terguncang oleh sejumlah insiden kekerasan, termasuk serangan terhadap Kedutaan Besar Iran di pinggiran selatan Beirut pada bulan November.
Serangan itu menargetkan kubu kelompok politik dan militan Libanon, Hizbullah, dan serangan diklaim dilakukan oleh kelompok Al-Qaeda Libanon yang disebut Brigade Abdullah Azzam. Hal itu sebagai serangan atas keterlibatan Hizbullah dan Iran dalam membela rezim Presiden Suriah, Bashar Al-Assad.
Pengritik Hizbullah
Shatah dikenal sebagai pengritik Hizbullah dan pemerintah Suriah. Dia menjadi penasihat senior Hariri pada 1990-an, sebelum pemberontakan rakyat memaksa tentara Suriah menarik diri dari Lebanon.
Sebelum kematiannya, Shatah bahkan mengkritik Hizbullah melalui akun Twitternya. Penasihat Hariri lainnya, Amal Mudallali, mengatakan kepada The Huffington Post bahwa kematian Shatah adalah kerugian bagi kekuatan moderat di Lebanon.
"Dia mewakili kelompok moderat dan rasionalitas di mana selama sembilan tahun terakhir (negeri ini) sama sekali tidak rasional," kata dia. "Dia benar-benar orang yang rasional di ruang yang sama sepanjang waktu. Dia merupakan yang terbaik yang Lebanon miliki dan itulah yang mereka bunuh. Mereka membunuh moderat dan mereka ingin Lebanon menjadi tempat hanya bagi kelompok radikal dan ekstrimis,” kata dia.
Chatah belajar di University of Texas, danpernah menjadi Duta Besar Libanon di Washington pada 1997-2000. (almanar.com.lb /AFP / huffingtonpost.com)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...