Loading...
RELIGI
Penulis: Trisno S Sutanto 14:23 WIB | Rabu, 12 Februari 2014

Seruan MPH-PGI: Jangan Golput!

Dari kiri ke kanan: Jeirry Sumampow, Pdt. Dr. Andreas A. Yewangoe dan Pdt. Henry Lokra saat konferensi pers Pesan Pastoral MPH-PGI di Jakarta (Foto: Trisno S. Sutanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Proses pemilihan umum legislatif (pileg) yang tidak lama lagi akan berlangsung, makin menemukan momentumnya. Pada satu sisi, banyak orang berharap bahwa Pemilu kali ini, baik untuk legislatif maupun Presiden, bukan lagi sekadar ritual lima tahunan sekali, tetapi menjadi titik awal perubahan.

Akan tetapi, pada sisi lain, suara-suara sinis dan apatis juga makin menguat. Menurut beberapa survei, tingkat kepuasan masyarakat pada kinerja partai politik melorot drastis. Dan orang diduga akan cenderung untuk “golput”, yakni memilih untuk tidak memilih dalam pemilu nanti.

“Kami menyadari apatisme itu, namun MPH (Majelis Pekerja Harian) PGI ingin menyerukan untuk jangan golput. Gunakan hak pilih Anda!” begitu ditegaskan Pdt. Dr. Andreas A. Yewangoe, ketua umum PGI, dalam konferensi pers untuk menyampaikan pesan pastoral MPH-PGI bagi pemilu legislatif 2014 hari ini (12/02/14). Dalam konferensi pers juga hadir pengamat politik Ray Rangkuti, Roy Salam dari Indonesian Budget Center, dan pengamat parlemen Sebastian Salang.

“Golput bukanlah kejahatan yang bisa dipidanakan. Itu adalah hak setiap orang,” lanjutnya. “Namun, dalam konteks sekarang, kami melihat tindakan golput tidak bijaksana, dan bisa menimbulkan konsekuensi yang sangat berat bagi masa depan bangsa kita.”

Dalam pesan pastoral yang cukup panjang itu dikemukakan setidaknya empat pertimbangan mengapa orang sebaiknya menggunakan hak pilih mereka, dan bukan “golput”. Pertama, terutama bagi orang Kristen, memilih saat Pemilu bukan sekadar tanggungjawab politik sebagai warga negara, tetapi juga tanggungjawab iman. 

Kedua, Pemilu merupakan alat kritik dan kontrol, sehingga mekanisme reward and punishment dapat berjalan. Ketiga, partisipasi masyarakat untuk memilih atau tidak memilih akan menentukan legitimasi moral suatu pemerintahan yang mengatasi sekadar legitimasi legal-formal. Dan, akhirnya, partisipasi masyarakat untuk memilih paling tidak akan mengurangi praktik-praktik curang yang sering terjadi.

Berdasarkan empat pertimbangan itu, MPH-PGI menyerukan agar umat Kristen khususnya, dan masyarakat pada umumnya, menggunakan hak pilih mereka. “Memang ini akan menjadi pilihan yang sulit. Namun yang bijak adalah menggunakan prinsip minus malum, yakni memilih yang kurang buruk di antara yang buruk,” ujar Yewangoe.

Selain mendorong umat Kristen dan masyarakat umum menggunakan hak pilih, MPH-PGI juga menaruh perhatian khusus pada praktik money politics yang sering dipakai dalam Pemilu. “Kami juga ingin menyerukan agar caleg tidak terlibat dalam politik uang,” tegas Yewangoe. “Memakai politik uang sebenarnya adalah tindakan menggadaikan hati hurani.”

Itu sebabnya, di akhir pesan pastoral MPH-PGI, himbauan ditujukan agar para pemilih “memilih dengan hati nurani” mereka. Sebab, “hati nurani diyakini sebagai tempat ‘Roh Allah’ berdiam dalam diri setiap orang.”

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home