Sesamanya? Akukah?
Subjeknya bukanlah pada yang menolong, melainkan pada yang ditolong.
SATUHARAPAN.COM – ”Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Luk. 10:25). Demikianlah pertanyaan seorang ahli Taurat kepada Yesus. Lukas mencatat bahwa pertanyaan itu sebenarnya diajukan untuk mencobai Yesus. Mengapa Lukas memberikan catatan ini? Sebab dari pertanyaan yang diajukan, orang itu semestinya tahu apa jawabannya.
Yesus, Sang Guru dari Nazaret, tak mudah dijebak. Dia balik bertanya, ”Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang Kau baca di sana?” Mengapa Yesus bertanya balik? Kemungkinan besar, Yesus hendak menyatakan bahwa persoalan banyak manusia sering kali memang di sini: ”Tahu apa yang baik, tetapi tidak melakukannya!”
Tinggal Melakukan Saja
Padahal, Allah sendiri menyatakan dalam Kitab Ulangan: ”Firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan” (Ul. 30:14). Dalam BIMK tertera: ”Perintah itu sangat dekat padamu. Kamu sudah tahu dan dapat mengucapkannya di luar kepala, jadi tinggal melakukannya saja.”
Kita mudah mengucapkannya di luar kepala, jadi ya tinggal melakukan saja. Pada hemat saya inilah kritikan keras kepada ahli Taurat tadi: Tahu, tetapi tidak melakukannya! Dan Sang Guru dari Nazaret pun hanya menambahkan dengan kalimat: ”Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup” (Luk. 10:28). Begitu mudahnya bukan?
Siapakah Sesamaku?
Tetapi, ahli Taurat itu melanjutkan dengan pertanyaan, ”Siapakah sesamaku manusia?” Dia bertanya karena ingin membenarkan dirinya. Padahal, semestinya dia tahu pasti jawabannya. Ketika dia berkata, ”Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”; sesungguhnya dia tahu bahwa itu berarti manusia harus mengasihi orang lain dengan cara yang sama sebagaimana mengasihi diri sendiri.
Tetapi, ahli Taurat itu merasa perlu bertanya, ”Siapakah sesamaku manusia? Maka Yesus mengisahkan Orang Samaria yang Murah Hati. Dan mengubah pertanyaan ahli Taurat tadi menjadi: ”Siapakah sesama orang yang ditimpa kemalangan itu?
Sekali lagi pertanyaannya bukanlah ”Siapakah sesamaku?”, tetapi ”Siapakah sesama dari orang tersebut?” Nah, berkait dengan pertanyaan siapakah sesamaku?. Kemungkinan besar orang akan tergiring dengan mencari orang-orang yang sama dengan dirinya. Sesama bisa diartikan segolongan, sesuku, seagama, seprofesi. Dengan kata lain, kitalah yang menjadi subjek yang menentukan dari pertanyaan tadi.
Siapakah sesamanya?
Sedangkan, pertanyaan ”siapakah sesamanya?” akan menolong orang untuk menjadikan orang yang ditolong itu sebagai subjek. Dan kita hanya perlu memeriksa diri apakah kita mau menjadi sesama atau tidak. Sekali lagi, titik pijaknya adalah orang yang ditimpa kemalangan itu.
Dan selanjutnya, kalimat Yesus pun, masih sama: ”Pergilah dan perbuatlah demikian!” (Luk. 10:37).
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Natal dan Tahun Baru, Menag: Beri Kesempatan Umat Beribadah ...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menekankan pentingnya menciptakan suasana y...