SETARA Desak Jokowi-JK Selesaikan Kasus HAM
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – SETARA Institute mendesak presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dengan melakukan rekonsiliasi nasional.
"Kami mendesak pemerintahan Jokowi-JK menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu dengan melakukan rekonsiliasi. Ini tantangan bagi pemerintahan Jokowi-JK," kata Wakil Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos di Jakarta, Rabu (27/8).
Menurut Bonar, salah satu tugas yang mendesak dari pemerintahan Jokowi-JK adalah menyusun rancangan undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau jika memang memakan waktu lama dengan membentuk Peraturan Presiden tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Seluruh kasus pelanggaran HAM yang telah dikualifikasi sebagai pelanggaran HAM berat (kejahatan serius) juga tidak ada yang diadili, seperti kasus kekerasan 1965, kasus Aceh, Papua, penculikan atau penghilangan orang, Tanjung Priok, Talangsari Lampung, Trisakti-Semanggi I dan II, kasus Munir, dan lainnya.
"Kami juga mendesak Jokowi-JK menyelesaikan kasus pelanggaran HAM bagi mereka yang jadi pendukungnya, misal Hendropriyono pada kasus Talangsari dan pembunuhan Munir, Wiranto pada pelanggaran HAM di Timor Timur karena kalau mengabaikan kasus pendukungnya, Jokowi-JK akan dituding pilih kasih hanya memilih kasus tertentu," tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Dewan Nasional SETARA Institute Benny Soesetyo atau biasa dipanggil Romo Benny mengatakan rekonsiliasi bukan untuk mengungkit masa lalu melainkan untuk membangun lembaran baru sehingga terjadi peradaban suatu bangsa.
"Selama tidak ada rekonsiliasi, politik stigma akan selalu terjadi. Rekonsiliasi bukan untuk mengungkit masa lalu, tapi memandang masa depan dengan cara pelaku kejahatan HAM mengakui kesalahannya, saling memaafkan, membangun lembaran baru," jelas Benny.
"Rekonsiliasi untuk pemulihan hak-hak warga negara yang terkena stigma, tadinya banyak tahun 1965 ada stigma PKI, lalu kasus aceh, Papua, dan lainnya sehingga politik stigma mudah dimanupulasi oleh kepentingan politik.
Untuk memperbaiki kembali martabat korban dan pelaku harus berani mengaku lalu membangun lembaran baru maka di situ akhirnya peradaban suatu bangsa akan terjadi. Kalau tidak, kita hidupnya akan selalu reaktif seperti ini," jelasnya.
Selain itu, untuk pemajuan bidang HAM, SETARA Institute mengajukan Pancacita Pemajuan HAM yakni untuk memastikan pembangunan yang berkeadilan, berkemanusiaan, SETARA Institute menilai Jokowi-JK harus mengadopsi suatu unit khusus yang bertanggungjawab langsung pada Presiden/Wakil Presiden dan mampu mendorong percepatan pengarustamaan HAM dalam seluruh proses pembangunan.
SETARA Institute juga mendesak Jokowi-JK menerbitkan Keputusan Presiden tentang pembentukan pengadilan HAM atas kasus penghilangan orang secara paksa 1997-1998 sebagaimana rekomendasi DPR RI 2009.
SETARA Institute juga meminta agar Jokowi-JK memerintahkan Kejaksaan Agung untuk memulai penyidikan terhadap kasus-kasus yang sudah diselidiki oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...