Setelah Enam Bulan, Parlemen Irak Setujui Pemerintah Baru
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM-Parlemen Irak menyetujui pemerintah baru pimpinan Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi pada hari Rabu (6/5) setelah enam bulan. Konflik setelah pengunduran diri PM Adil Abdul Mahdi, parlemen bertengkar memperebutkan kursi kabinet. Persetujuan pemerintah baru itu diambil dalam kesepakatan di “kamar belakang,” menurut laporan Reuters.
Al-Kadhimi adalah mantan kepala intelijen Irak dan mantan jurnalis. Dia akan memulai masa jabatannya tanpa kabinet penuh, setelah beberapa kandidat menteri ditolak.
Mahdi yang memimpin pemerintahan sementara, mengundurkan diri tahun lalu ketika demonstran anti-pemerintah turun ke jalan dalam, menuntut pekerjaan dan mengusir elite penguasa Irak dari pemerintahan.
Mereka menuduh kelas politik, yang mengambil alih kekuasaan setelah invasi Amerika Serikat pada tahun 2003 yang menggulingkan Saddam Hussein, melakukan korupsi yang telah menyebabkan negara itu mengalami kehancuran ekonomi dan pemerintah tidak berfungsi.
Pemerintah Belum Lengkap
Pertengkaran mengenai portofolio pemerintah sejak pengunduran diri Abdul Mahdi pada bulan November menjegal dua calon perdana menteri lainnya dalam membentuk Kabinet.
Kandidat yang diajukan Al-Kadhimi untuk posisi menteri, termasuk menteri dalam negeri, pertahanan, keuangan, dan listrik, disahkan dengan suara mayoritas anggota parlemen yang hadir.
Voting terjadi untuk kementerian minyak, dan luar negeri, dan ditunda karena partai-partai gagal menyepakati kandidat yang diajukan. Mereka juga menolak pilihan perdana menteri untuk menteri keadilan, pertanian, dan perdagangan.
"Keamanan, stabilitas dan berkembangnya Irak adalah jalan kita," tulis Al-Kadhimi di akun Twitter-nya, dikutip Reuters, setelah parlemen memilih kabinetnya.
Dia mengatakan akan menangani pandemi virus corona, di mana Irak menderita lebih dari 2.000 kasus terinfeksi dan lebih dari 100 kematian. Juga prioritas menuntut tanggung jawaban mereka yang membunuh demonstran anti-pemerintah.
Perang Proksi
Para pejabat Irak mengatakan Al-Kadhimi dapat diterima oleh Amerika Serikat dan Iran, yang berjuang mempengaruhi Irak telah berubah menjadi konfrontasi terbuka pada tahun lalu.
Irak menghadapi masalah politik sektarian, karena menjalankan sistem kuota sektarian dalam pembentukan kabinet, selain kelompok milisi bersenjata yang memperburuk keamanan di negara itu.
Sistem kuota sektarian itu juga diprotes demonstran karena menjadi penyebab korupsi yang merajalela di negeri itu, terutama dari sumber minyak yang kaya. Sistem ini juga menyebabkan politisi lebih loyal kepada kepentingan luar, sehingga Irak menjadi medan perang proksi, terutama antara Iran dan Amerika Serikat.
Editor : Sabar Subekti
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...