Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 10:09 WIB | Rabu, 30 Agustus 2017

Siap Siaga Nasional, Kunci Menuju Pembangunan Aman Bencana

Ilustrasi: Prajurit TNI AD mengamati kondisi rumah warga yang rusak akibat gempa di Desa Kabayaken Kecamatan Namanteran, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Senin (17/1/2017). Gempa dengan kekuatan 5,6 SR yang berpusat di Deli Serdang dan sekitarnya mengakibatkan 103 rumah rusak ringan dan 11 rumah rusak parah. (Foto: Dok satuharapan.com/Antara/Septianda Perdana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Lebih dari 148,4 juta jiwa penduduk Indonesia atau 62,4 persen dari total penduduk Indonesia terpapar bahaya gempa bumi dan tsunami. Hal tersebut terungkap dalam seminar nasional “Membangun Kapasitas dan Kesiapsiagaan Nasional dalam Menghadapi Ancaman Gempa Bumi dan Tsunami, Menuju Pembangunan yang lebih Aman Bencana”, Senin (28/8).

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, dalam wawancara dengan BBC pada 2011, menjelaskan Indonesia adalah negara paling rawan terhadap bencana di dunia berdasar data yang dikeluarkan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR).

Tingginya posisi Indonesia ini dihitung dari jumlah manusia yang terancam risiko kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi.

Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, dan gunung berapi. Sutopo menambahkan Indonesia juga menduduki peringkat tiga untuk ancaman gempa serta enam untuk banjir.

Namun dibandingkan negara-negara lain, tsunami, menurut Sutopo, merupakan ancaman paling mengkhawatirkan, “dengan jumlah penduduk yang terpapar atau memiliki risiko tertinggi terhadap bencana sekitar 5,4 juta orang,” kata Sutopo.

Sebenarnya bagi Indonesia ancaman yang lebih besar justru datang dari gempa bumi yang mengancam sekitar 11 juta penduduk serta banjir yang mengancam setidaknya 1 juta penduduk.

Melihat kenyataan tersebut, pengurangan risiko bencana (PRB) gempa bumi dan tsunami mutlak dilakukan demi melindungi masyarakat. Dalam konteks PRB dan potensi kerugian ekonomi akibat bencana gempa bumi dan tsunami, Indonesia perlu aktif dalam menyebarluaskan perkembangan penanggulangan bencana ini kepada masyarakat dan pemangku kebijakan, seperti pemahaman ancaman dan tata kelola risiko bencana.

“Living Harmony with Risk”

Latar belakang kenyataan di atas mendorong Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyelenggarakan seminar nasional “Membangun Kapasitas dan Kesiapsiagaan Nasional dalam Menghadapi Ancaman Gempa bumi dan Tsunami, Menuju Pembangunan yang lebih Aman Bencana.”

Seminar yang dibuka Kepala BNPB Willem Rampangilei itu, seperti dilaporkan Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, membahas pentingnya kerja bersama antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam meningkatkan pemahaman terhadap risiko bencana, kewaspadaan, kesiapsiagaan, dan untuk peningkatan kesejahteraan bangsa.

Dalam sambutan pembuka, Willem Rampangilei menyampaikan pemahaman terhadap risiko bencana, kewaspadaan, kesiapsiagaan dan perubahan cara pandang dan perilaku secara nasional dalam menghadapi risiko bencana gempa bumi dan tsunami dari “ancaman” menjadi “peluang” untuk kesejahteraan bangsa, perlu ditingkatkan.

“Masukan berupa pemikiran kritis dan diskusi bersama diharapkan dapat menyempurnakan masterplan tsunami sebagai bentuk kristalisasi sinergitas pembangunan nasional dan pengelolaan risiko bencana,” kata Willem pada pembukaan seminar yang berlangsung di Graha BNPB, Jakarta Timur.

Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB B Wisnu Widjaja mengatakan kapasitas dan kesiapsiagaan nasional dapat terwujud dengan pelibatan berbagai pihak dalam bersinergi untuk pengelolaan risiko bencana. Diperlukan peran lembaga usaha, peran akademisi, peran media, untuk dapat memberikan solusi-solusi konkret untuk mewujudkan masyarakat yang tangguh terhadap ancaman bencana, khususnya ancaman bencana gempa bumi dan tsunami.

Wisnu menambahkan perlu semua orang memiliki paradigma bahwa bencana tidak perlu diratapi, serta perlu memiliki cara pandang positif terhadap fenoma alam yang berakhir dengan dampak korban maupun kerusakan. Pemikiran positif sangat membantu dalam peningkatan kesadaran kehidupan masyarakat dalam “living harmony with risk”.

“Dengan memahami dan mengantisipasi kejadian-kejadian bahaya di masa mendatang, masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan dapat mengurangi risiko bencana.”

Peta Risiko Bencana Gempabumi dan Tsunami

Dalam konteks kapasitas dan kesiapsiagaan nasional, Direktur PRB BNPB Lilik Kurniawan yang menyampaikan Indonesia sudah memiliki Peta Risiko Bencana Gempabumi dan Tsunami. “Gambaran ancaman gempabumi dan tsunami serta potensi yang demikian dasyatnya dapat mengakibatkan korban jiwa, warga terdampak, kerugian ekonomi, serta kerusakan infrastruktur yang kritis di Indonesia,” Lilik menambahkan.

Menurut Lilik, tingkat kerawanan, dampak, dan risiko bencana diperbesar dapat dipicu oleh ketimpangan sosial-ekonomi yang semakin tajam sebagai akibat dari krisis multidimensi. Kian besarnya perhatian pada upaya pengarusutamaan risiko juga dimotori oleh terus meningkatnya kerugian yang ditimbulkan oleh bencana, yang terutama diakibatkan oleh meningkatnya kerentanan aset ekonomi dan sosial serta kesejahteraan dan penghidupan masyarakat terhadap bahaya alam.

Seminar nasional dengan moderator budayawan Slamet Rahardjo itu menghadirkan pembicara kunci dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Humanitarian Openstreetmap Team (HOT), WeatherNews Inc, dan media massa. 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home