Siapa Salah dan Tanggung Jawab Kasus Intoleransi Agama?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Permasalahan pendirian rumah ibadah kembali menghiasi kehidupan keberagamaan di Indonesia. Sekelompok masyarakat Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat, meminta pembangunan masjid di daerah Zending Andai dihentikan. Bak gayung bersambut, keinginan tersebut didukung oleh pemerintah daerah setempat, dengan menerbitkan surat Bupati Manokwari Selatan Nomor 450/456 tertanggal 1 November 2015.
Siapa yang salah dan seharusnya bertanggung jawab atas sejumlah kasus intoleransi beragama itu?
Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menyebut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 (Perber 2 Menteri) tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.sebagai sumber permasalahan.
Peraturan tersebut dinilai bisa membuat masyarakat bersikap sewenang-wenang hingga memaksa kepala daerah ikut intoleran. “Sumber kesalahannya ada di Perber 2 Menteri. Seorang kepala daerah dipaksa taat sama peraturan tersebut, padahal masyarakatnya tidak siap,” kata sosok yang akrab disapa Ahok itu saat ditemui usai menghadiri acara Bung Hatta Anti Corruption Awards (BHACA) 2015, di Graha Niaga, Jakarta Pusat, hari Kamis (5/11) malam.
Padahal, dia melanjutkan, seharusnya kehidupan keberagamaan di Indonesia berdasarkan pada Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Di mana, setiap warga negara berhak menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Artinya, seluruh rumah ibadah dari agama mana pun berhak berdiri di seluruh wilayah di Indonesia, dari Kota Sabang sampai Merauke.
“Perber 2 Menteri itu ada dalam struktur ketatanegaraan kita tidak? Itu tidak ada, kita tidak mengenal itu,” ujar Ahok.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, mengaku tidak mengerti dengan dasar aturan yang digunakan oleh Bupati Manokwari Selatan mengeluarkan larangan tersebut. Dia hanya mengatakan, di Kota Surabaya, perizinan rumah ibadah dibicarakan dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
“Kalau di Kota Surabaya, pendirian rumah ibadah itu dibicarakan dalam FKUB. Saya tidak tahu ya kalau yang dilakukan Bupati Manokwari Selatan, aturannya apa? Itu dasarnya apa?,” kata Risma.
Sedangkan Bupati Batang, Yoyok Riyo Sudibyo, hanya menyebut kebijakan yang dikeluarkan Bupati Manokwari Selatan salah. Bupati Manokwari Selatan, seharusnya tidak boleh mengeluarkan larangan tersebut.
“Itu ngawur, kita di Kabupaten Batang tidak ada begitu, kerukunan di Kabupaten Batang berjalan baik, kita punya FKUB,” ucap Yoyok.
Salah Pemerintah
Dihubungi terpisah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dari daerah pemilihan Provinsi Papua, Roberth Rouw, menyebut lahirnya larangan pendirian masjid di Kabupaten Manokwari Selatan merupakan dampak dari kelalaian pemerintah pusat dalam menangani kasus intoleransi beragama yang terjadi sebelumnya.
Dia menilai pemerintah diskriminatif dalam menyikapi dua kasus intoleransi yang terjadi di Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Aceh Singkil. “Coba lihat perhatian pemerintah saat kejadian pembakaran rumah ibadah di Kabupaten Tolikara, itu sangat besar, tapi begitu ada pembakaran rumah ibadah di Kabupaten Aceh Singkil bagaimana?,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Dia berpendapat, penolakan pembangunan masjid di Kabupaten Manokwari Selatan adalah cara masyarakat setempat berteriak meminta keadilan dari negara. Pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo seharusnya memberi perhatian yang sama dalam menyikapi setiap kejadian, tidak boleh memihak.
“Masyarakat di Manokwari Selatan mencari keadilan, caranya mereka coba berteriak seperti ini. Silakan bandingkan bagaimana sikap pemerintah menyikapi kejadian di Kabupaten Tolikara dan Aceh Singkil,” kata Roberth.
Oleh karena itu, sosok yang menghuni Komisi IX DPR itu berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas demi mencegah penyebarluasan kasus intoleransi bergama ke daerah lain di Indonesia. Sebab, masalah keberagamaan merupakan hal sensitif yang harus disikapi dengan cepat oleh pemerintah.
“Kita sebagai anak bangsa, jangan saling menyakiti, pemerintah harus menjamin kebebasan beribadah umat beragama,” tutur Roberth.
Editor : Bayu Probo
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...