Sidang MPL PGI: Keugaharian Nyata di Wisma Methodist Parapat
SATUHARAPAN.COM – Gaya hidup ugahari—sederhana—diterapkan nyata oleh ratusan peserta Majelis Pekerja Lengkap Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPL PGI). Salah satunya mereka diinapkan di Wisma Methodist di Parapat.
Sebagai kilas balik, saat saya mahasiswa dan aktif di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) di Sumatera Utara pada tahun 80-an, wisma itu termasuk pilihan prioritas karena cukup megah, luas, lengkap dan strategis tempatnya. Dari banyak sudut, di wilayah Parapat sekitar pun wisma yang didirikan di wilayah Bangun Dolok itu—dulu bercat putih—sangat jelas terlihat. Bangga bila bisa menggunakan wisma itu untuk berkegiatan.
Gereja Methodist Indonesia (GMI) pun selalu memberikan harga terjangkau untuk kegiatan mahasiswa dan gerejawi. Pertemuan wilayah, nasional dan regional sering menggunakan wisma itu. Sejarah mencatat wisma itu punya andil banyak dalam kehidupan keumatan dan pembinaan warga. Bila dinding wisma bisa bicara, pasti ia akan berkisah ribuan kisah yang pernah terjadi dan berlangsung di sini.
Bagi GMI sendiri wisma atau disebut Rumah Peribatan Methodist ini memiliki nilai historis panjang. Banyak kegiatan bersejarah di Wisma GMI di Bangun Dolok ini. Tercatat dalam sejarah Konferensi Agung GMI ke II diadakan pada tahun 1973 di sini. Pada Konferensi tersebut ditetapkan dan disahkan buku Disiplin GMI yang pertama dalam Bahasa Indonesia. Jadi Wisma ini sangat bersejarah untuk umat Wesleyan terutama pada masa berhimpunnya gereja-gereja Methodist di Indonesia sejak berdirinya Gereja Methodist Indonesia tahun 1964.
Era berganti era, hotel-hotel bertumbuh pesat di kawasan wisata Parapat Kabupaten Simalungun ini, termasuk hadirnya hotel-hotel berbintang. Wisma Methodist menjadi seperti terpendam kemegahannya, bahkan terposisikan sebagai pilihan kesekian untuk tempat beracara. Ketika PNS manut pada aturan pemerintah era Jokowi tidak lagi menggunakan hotel-hotel untuk beracara, faktanya gereja-gereja kita masih bersuka mempergumulkan masalah umat di sana ketimbang wisma-wisma atau rumah peribadatan yang dimiliki gereja.
Apa pun yang berubah, wisma ini tidak berubah. Ia tidak tergerus zaman. Wisma Methodist tetap berdiri setia menjalankan fungsinya melayani masyarakat dan gereja melalui jasa akomodasi dan berbagai pelatihan bagi gereja dan masyarakat.
Kini pimpinan sinode dan lembaga gerejawi datang lagi di Wisma Methodist. Mulai 22-26 Januari, mereka bersidang tahunan MPL yang salah satu fokus percakapannya adalah keugaharian. Para pemimpin gereja juga bicara soal kemiskinan, radikalisme, ketidakadilan dan kerusakan lingkungan sesuai tema SR PGI di Nias 2014.
Secara awam, keugaharian itu dipahami sebagai sikap hidup kebersahajaan, kesederhanaan, kecukupan dan kerelaan berbagi. Secara teoligis tentu ada penjelasan lebih lengkap. Segala keserakahan, hedonisme, kemubaziran, eksploitasi, kurang penghargaan dan ketidakpedulian, tidak sesuai dengan semangat keugaharian. Tidak pula selaras dengan perjuangan global tentang kepedulian lingkungan dan kemanusiaan. Bukan lagi trend style kekinian dan masa depan!
Kembali lagi kepada kelucuan yang saya tangkap dari respons dan tanggapan para pemimpin gereja peserta MPL PGI yang menginap di wisma. Peserta beramai dalam satu kamar dengan fasilitas yang jauh dari ukuran mewah tetapi cukup. Dapat dipahami pasti ada kegamangan memang memulai keugaharian itu. Perlu penyesuaian waktu dan kemauan agar menjadi biasa dan terbiasa. Namun tersirat nyata kegembiraan dan kebersamaan yang lahir dari proses ini ketika mereka berusaha melaluinya dengan rasa bersyukur.
Ini hal yang perlu dihargai. Sebagaimana oikoumene demikian juga keugaharian itu, bukan hanya kata benda yang cukup disimbolkan dan dislogankan saja. Ia juga kata kerja, sesuatu tindakan. Memang, keugaharian harus dipraktikkan dan diteladankan bersama agar memiliki arti dan bisa menjadi nyata dalam kehidupan umat dan gereja. Keindahannya lebih terasa ketika tidak hanya diucapkan.
Terima kasih Wisma Methodist, sekali lagi tercatat sejarah dan jasamu di sini karena kebersahajaan dan kesetiaanmu. Kisah sederhana yang terekam di dindingmu tanpa kata ini memiliki nilai dan dorongan inspiratif. Salam ugahari!
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...