Sidang PBB: Undang-undang Anti Teroris Bahayakan HAM
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah harus memastikan bahwa hukuman bagi kelompok teroris asing memenuhi standar hak asasi manusia yang tercantum dalam laporan PBB yang baru. Kelompok Kerja terkait Penggunaan Tentara Bayaran (The Working Group on Mercenaries), dalam sebuah laporan kepada Majelis Umum PBB pada Senin (2/8) mengatakan bahwa undang-undang baru-baru ini tidak proporsional, membatasi hak asasi manusia.
Baru-baru ini kelompok kerja meneliti gelombang warga negara asing di seluruh dunia yang bergabung dengan kelompok ekstrimis bersenjata dan hasilnya melonjak, khususnya di Irak dan Suriah. Terdapat banyak laporan mengenai dampak dalam menanggapi Resolusi Dewan Keamanan PBB 2178 September 2014 yang mengharuskan semua negara anggota PBB untuk memberikan tindakan pidana berat bagi warga yang melakukan perjalanan ke luar negeri sebagai pejuang teroris asing.
"Negara-negara harus memperhatikan dengan membuat kelompok kerja atas keprihatinan terhadap mereka yang menjadi alat represi teroris asing. Melanggar hak-hak dan kebebasan mendasar adalah bukan cara untuk menjaga pihak yang sebenarnya tidak bersalah," kata Peneliti Senior Terorisme dan Kontraterorisme Letta Tayler.
Hasil penelitian dari laporan kelompok kerja adalah bahwa banyak negara telah mengadopsi langkah-langkah yang tidak proporsional dalam membatasi kebebasan atau hak sehingga dalam proses hukum dengan praduga tak bersalah tetap beresiko, yaitu bahwa kegiatan yang tidak mengandung kekerasan dari kelompok atau individu tetap dijatuhi hukuman yang berat.
“Banyak langkah-langkah pemerintah yang tidak perlu memperluas kekuasaan untuk pengawasan darurat, penangkapan, penahanan, pencarian, dan penyitaan yang membahayakan hak privasi serta proses hukum,” kata kelompok kerja. Ia menambahkan bahwa beberapa bentuk hukum yang berlaku telah gagal dalam membedakan antara pejuang asing yang mungkin terlibat dalam misi yang benar dan mereka yang melakukan tindakan teroris.
Resolusi 2178 memberikan kontribusi untuk hal tersebut. “Penyalahgunaan adalah dengan tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan terorisme atau teroris yang merupakan istilah-istilah yang tidak memiliki definisi hukum secara luas,” kata kelompok PBB. Tidak adanya kesepakatan mengenai istilah seperti itu memungkinkan negara-negara menerapkan definisi yang terlalu luas untuk tindakan kelompok yang melanggar asas legalitas.
Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang membentuk Resolusi Dewan Keamanan terhadap tiga kelompok Negara Islam (ISIS, Al-Qaeda, dan Al-Nusra) membutuhkan kerjasama negara anggota untuk turut memberikan hukuman atas rekrutmen dan pendanaan organisasi teroris asing, untuk berbagai intelijen yang diduga pejuang teroris asing, dan untuk membuat program pencegahan terhadap tindakan ekstremisme kekerasan.
Setidaknya terdapat 34 negara yang telah memberlakukan langkah-langkah tempur terhadap teroris asing sejak tahun 2013 yang mengandung satu atau lebih ketentuan dalam menanggapi Resolusi 2178. Ketentuan tersebut mengganggu larangan sewenang-wenang wisata dengan penyitaan paspor atau kartu identitas, penahanan berkepanjangan tanpa tuduhan atau pengadilan, penuntutan di persidangan tertutup, dan bahkan di Inggris dilakukan pengupasan kewarganegaraan dari warga naturalisasi.
Kelompok kerja PBB menyatakan keprihatinannya terhadap adanya langkah-langkah menggempur teroris asing yang dapat menghalangi bantuan kemanusiaan di daerah konflik karena hal itu menggagalkan perjalanan dokter dan berbagai bantuan yang menyelamatkan banyak jiwa.
Badan-badan PBB, termasuk Komite Keamanan Dewan telah berulang kali memperingatkan bahwa tindakan kontraterorisme yang tidak sepenuhnya menghormati hak asasi manusia dan aturan hukum adalah pelaku ekstremisme kekerasan. Hal ini meminta pemerintah nasional dan masyarakat internasional untuk melakukan segala upaya untuk mengintegrasikan perlindungan hak asasi manusia ke dalam inisiatif tempur asing. Kelompok kerja juga perlu mendefinisikan secara tepat istilah-istilah seperti pejuang asing dan terorisme.
“Untuk membantu proses itu, Dewan Keamanan harus mensyaratkan bahwa definisi terorisme dan aksi teroris yang digunakan oleh pemerintah untuk melaksanakan mandat kontraterorisme seperti Resolusi 2178 sepenuhnya konsisten dan sesuai dengan hak internasional manusia, pengungsi, dan hukum kemanusiaan,” kata Human Rights Watch. Definisi tersebut wajib ada guna mengecualikan tindakan yang tidak memiliki unsur-unsur niat kriminal yang menyebabkan kematian atau luka fisik yang serius atau penyanderaan.
"Dewan Keamanan harus segera mengatasi adanya kelemahan yang berbahaya dalam Resolusi 2178 yang dapat menjadi bumerang dan menyebabkan kerusakan yang cukup besar. Amerika Serikat sebagai kepala sponsor resolusi itu harus memimpin jalan dalam memastikan bahwa dewan tidak mendorong taktik kasar," kata Tayler. (hrw.org)
Editor : Bayu Probo
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...