Sidang WCC: Yusef Daher, Israel Mainkan Politik Agama yang Berbahaya
BUSAN, SATUHARAPAN.COM Selama ini di Indonesia, persoalan pendudukan Israel dan penghancuran budaya bangsa Palestina selalu dilihat sebagai konflik antara kaum Muslim melawan Yahudi (dengan negara-negara Barat yang Kristen di belakangnya).
Persepsi itu sama sekali salah, dan merupakan bagian dari kampanye politik Israel, tegas Yusef Daher, Sekretaris Eksekutif Jerusalem Inter-Church Center, kepada Trisno S. Sutanto, wartawan satuharapan.com. Situasi yang ada jauh lebih kompleks ketimbang simplifikasi yang merupakan bagian dari kampanye Israel untuk mempertahankan pendudukan mereka.
Kami orang Kristen di Palestina mengalami kondisi sama seperti rekan-rekan Mulsim Palestina, kata Yusef. Dan, kami harus menghadapi banyak persoalan berbeda tergantung di mana mereka tinggal.
Misalnya, orang Kristen Palestina yang tinggal di Jalur Gaza juga merasa bahwa Gaza makin mirip penjara raksasa, persis seperti yang dialami oleh kaum Muslim di sana, lanjutnya. Sementara mereka yang berada di Yerusalem Timur harus menghadapi persoalan pengusiran paksa dan hak-hak atas tanah mereka yang direbut Israel.
Gereja-gereja di Palestina sendiri sudah menerbitkan dokumen terkenal Kairos Palestine: A Moment of Truth (lihat www.kairospalestine.ps) yang menggambarkan situasi tragis yang harus dihadapi. Dalam dokumen itu, gereja-gereja meratapi kekerasan, pengusiran paksa, penghancuran budaya, dstnya. Bersama rekan-rekannya, Yusef membuka gerai khusus di kompleks Madang saat berlangsung Sidang Raya ke-10 Dewan Gereja-gereja se-Dunia (World Council of Churches / WCC) di Busan, Korsel, untuk membagi-bagikan informasi dan dokumen itu kepada para pengunjung.
Situasinya makin memburuk dan kritis sekarang, ujar Yusef ketika ditanya mengenai perkembangan terakhir. Israel sekarang memainkan politik agama yang sangat berbahaya dan bagi orang Palestina itu seperti tawaran bunuh diri.
Menurut Yusef, beberapa tahun terakhir ini Israel mendesak baik negara-negara Barat maupun Palestina untuk mengakui Israel sebagai Negara Yahudi (Jewish State) sebagai prasyarat negosiasi. Itu artinya sama saja mengakui Israel sebagai negara agama, bukan lagi negara sekuler, kata Yusef. Orang-orang Kristen yang ada di Israel, kira-kira 150.000 orang, harus menghadapi soal diskriminasi itu. Mereka tidak lagi dianggap sebagai warga negara yang setara dengan orang-orang Yahudi.
Saya melihat politik agama ini sengaja dimainkan oleh pemerintah Israel sekarang untuk menunda-nunda penyelesaian menyeluruh masalah pendudukan Palestina, lanjutnya. Bagi Yusef sendiri, penyelesaian yang paling masuk akal dalam kondisi sekarang adalah satu negara untuk semua. Tapi apakah ada prospek, di tengah politik agama yang dimainkan Israel?
Terus terang saya tidak melihat prospek itu dalam waktu dekat, kata Yusef sedih. Kami justru disibukkan oleh berbagai persoalan yang sengaja dimunculkan oleh pemerintah Israel, mulai dari hak atas tanah, pajak, keamanan, akses ke tempat ibadah, dan seterusnya.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...