Sipafa, Teknologi Komputer bagi Penyandang Cacat
MALANG, SATUHARAPAN.COM – Lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang berinovasi untuk membuat sebuah sistem komputer untuk membantu penyandang difabel yang tidak memiliki tangan, agar mampu mengoperasikan komputer dengan mudah dan nyaman. Teknologi tersebut diberi nama Sipafa, akronim dari Sistem Perangkat Komputer untuk Difabel yang tidak mempunyai tangan dengan mengimplementasikan sensor Gyroscope.
Lima mahasiswa itu, empat dari Fakultas Ilmu Komputer (Filkom), yaitu Harry Mulya (Teknik Komputer/2013), Ihsannurahim (Teknik Komputer/2013), Novia Ulfa Nuraini (Teknik Komputer/2013), Moch Wahyu Imam Santosa (Informatika 2014), dan satu mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK), yaitu Ragilda Rachma (Pendidikan Dokter 2014).
Komputer dapat dioperasikan dengan mudah oleh banyak orang. Namun, tidak begitu dengan penyandang cacat (difabel) yang tidak memiliki tangan. Pengoperasian komputer yang banyak menggunakan tangan menjadi kendala tersendiri bagi mereka.
Data International Labour Organization (ILO) menyebutkan sekitar 15 persen penduduk dunia adalah difabel. Sekitar 785 juta jiwa di antaranya berada pada usia produktif, namun mayoritas tidak bekerja. Hal tersebut menyebabkan difabel lebih rentan akan kemiskinan.
Kenyataan tersebut yang mendorong lima mahasiswa UB tersebut, di bawah bimbingan Gembong Edhi Setyawan ST MT, mengembangkan Sipafa.
Wahyu menjelaskan, Sipafa terdiri atas tiga bagian. Pertama, alat yang dipasang di kepala pengguna. Kedua, alat yang dipasang di badan pengguna. Ketiga, sejenis pedal untuk dioperasikan pengguna dengan menggunakan kaki.
Alat yang dipasang di kepala dilengkapi layar yang berfungsi untuk segala aktivitas yang terjadi pada komputer layaknya layar pada komputer biasa. Kemudian pada bagian alat untuk kepala tersebut juga ditanamkan sebuah sensor gyroscope yang berfungsi merekam setiap pergerakan kepala pengguna yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh alat sebagai perintah untuk menggerakkan kursor pada layar. Berat alat di bagian kepala tersebut tidak lebih dari 700 gram.
"Pada bagian kepala selain layar kita tanamkan juga sensor gyroscope yang berfungsi untuk membaca pergerakan pada sumbu X, Y, Z atau Yaw, Pitch, Roll. Sipafa sendiri hanya membutuhkan pergerakan pada sumbu X dan Y. Hasil data dari gyroscope kemudian ditransmisikan melalui wireless ke dalam bagian processing, yang pada akhirnya dapat menggerakkan kursor seperti fungsi mouse pada komputer umumnya," Wahyu menjelaskan.
Bagian kedua pada teknologi Sipafa adalah bagian yang dipasang pada tubuh pengguna. Bagian itu berisi Rasberry pi, yaitu sebuah mini personal computer (mini PC) serta baterai yang dapat diisi ulang. Mini PC inilah yang berfungsi memproses setiap pergerakan yang terjadi pada bagian alat di kepala. Baterai yang digunakan adalah lithium polymer 3 cell dengan kapasitas 2200mAh yang mampu menghidupkan SIPAFA hingga tiga jam pemakaian.
Bagian terakhir adalah bagian alat yang dioperasikan dengan kaki. Bagian alat ketiga ini berfungsi sebagai pengganti klik kanan maupun klik kiri layaknya fungsi mouse pada komputer biasa. Ketiga bagian alat tersebut saling terhubung satu sama lain dalam pengoperasiannya. Penghubung yang digunakan pada Sipafa adalah sistem wireless yang tidak membutuhkan kabel penghubung antaralat, sehingga pengguna dapat menggunakan alat dengan nyaman tanpa terganggu pergerakannya oleh rangkaian kabel.
Penghargaan pada Kompetisi Unitech 2016
Hasil karya mahasiswa UB ini dalam pengembangannya mendapat dukungan dana dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti) melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2015 yang pendanaannya turun pada tahun 2016.
Sipafa juga diakui pernah mendapatkan penghargaan sebagai juara ke-3 pada kompetisi UNY-National Innovation Technology (Unitech) 2016 di Yogyakarta, 13-14 Mei 2016. Sipafa terus dikembangkan penggunaannya, juga dalam pengurusan izin kerjasa manya, agar dapat dimanfaatkan oleh penyandang difabel tanpa tangan, yang tergabung dalam Pusat Studi dan Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya (PSLD UB).
Novia Ulfa Nuraini, salah satu anggota Tim Sipafa mengungkapkan, ke depan untuk mempermudah pengguna, Sipafa akan dibuat memiliki teknologi untuk mengenali suara pengguna dan mengolahnya menjadi tulisan. Dengan demikian pengguna tidak perlu susah payah lagi mengetik. Dalam versi saat ini pengguna dapat mengetik tulisan pada layar dengan memilih satu per satu huruf pada virtual keyboard yang ditampilkan, kemudian merangkainya hingga menjadi kata dan kalimat.
"Harapannya ke depan Sipafa bisa benar-benar digunakan dan dimanfaatkan oleh penyandang difabel yang memang membutuhkan," ujar Novia. (prasetya.ub.ac.id)
Editor : Sotyati
Risiko 4F dan Gejala Batu Kantung Empedu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter spesialis bedah subspesialis bedah digestif konsultan RSCM dr. Arn...