Soal Hukuman Mati, DPR Minta Jokowi Abaikan Asing
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dosen kajian politik Asia Tenggara dari Universitas Murdoch, Perth, Australia, Jacqui Baker menilai 100 hari kerja Pemerintahan Joko Widodo-Jususf Kalla telah masuk dalam konflik politik yang kompleks dan mengancam keberlangsungan pemerintahan, serta seluruh kebijakan yang telah dibuat.
Dalam hubungan kerja sama internasional dan regional, tak dipungkiri Jokowi memiliki tugas berat. Keputusan Presiden RI ketujuh tersebut menolak grasi para terpidana kasus narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba), kemudian melanjutkan eksekusi mati, telah memanti reaksi keras dari negara-negara para terpidana tersebut berasa, seperti Brasil, Belanda, Nigeria, Vietnam, dan Malawi.
“Belanda tetap bersikukuh menolak hukuman mati,” kata Menteri Luar Negeri Belanda, Bert Koenders, seperti dikutip dari The Sydney Morning Herald, Senin (2/2).
Presiden Brasil Dilma Roussef pun ikut meluapkan kemarahan pada Indonesia. “Hubungan antara kedua negara telah terpengaruh. Duta Besar Brasil di Jakarta telah dipanggil,” kata dia seperti dikutip dari bbc.co.uk, Senin (2/2).
Protes juga dilancarkan Pemerintah Australia lewat Perdana Menteri Tony Abbott dan Menteri Luar Negeri Julie Bishop. Mereka berupaya keras menghindarkan dua warga negaranya, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, dari eksekusi hukuman mati. Namun, Indonesia telah menegaskan dua anggota komplotan Bali Nine itu termasuk dalam gelombang eksekusi mati selanjutnya.
Wakil Rektor Universitas Katolik Australia Greg Craven mengungkapkan, jika Myuran dan Chan benar-benar dieksekusi mati, warga Australia akan meresponnya dengan gelombang amarah. Pernyataan tersebut bukan ancaman belaka, sekitar 2.000 warga Australia telah menggelar demo menentang hukuman mati Myuran dan Chan, pada Jumat (29/1) lalu.
Rio: Itu Penegakan Hukum
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi III DPR Patrice Rio Capella mengatakan Presiden Jokowi telah menegakan hukum di Indonesia, dan ia menilai tindakan tersebut tidak memandang status seseorang, apakah Warga Negara Indonesia (WNI) atau bukan.
“Sama saja ketika negara lain melakukan penegakan hukum di wilayahnya, bisa saja korbannya WNI,” kata Rio kepada satuharapan.com, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/2).
“Jadi ini bukan persoalan menghargai atau tidak menghargai negara lain, tapi bagaimana seorang presiden yang diberikan amanat oleh undang-undang menegakan hukum di dalam negeri,” dia menambahkan.
Rio berpandangan ini hanya sebuah akibat saja, sehingga bila ada negara yang kecewa dengan keputusan Indonesia mengeksekusi mati warga negaranya tidak bisa dihindari. Namun, dia menegaskan kritik yang dilontarkan sejumlah negara tersebut tidak boleh mengendorkan proses penegakan hukum di Indonesia.
“Seharusnya negara lain bisa menghargai bahwa Indonesia adalah negara hukum, yang hukumnya harus ditegakan dan berdaulat,” kata politisi Partai Nasdem tersebut.
Sementara, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Hanura mengatakan Indonesia adalah negara berrdaulat yang memiliki aturan hukum sendiri dan harus dijunjung tinggi. Sehingga, ia menilai apa yang telah diputuskan lewat pengadilan harus dihargai dan dihormati oleh siapapun.
“Jangan malah mengintervensi kedaulatan hukum Indonesia,” kata dia.
Hormati Hukum Indonesia
Terkait Kedutaan Besar Inggris di Jakarta yang menentang hukuman mati dalam keadaan apapun tanpa pengecualian, Rio menggatakan tidak masalah. Sebab, menurut dia, hukum di Indonesia masih memberlakukan hukuman bagi kejahatan yang bersifat extraordinary atau luar biasa.
“Tapi bukan berarti kita menjatuhkan hukuman mati pada seseorang itu dengan sembarangan ada proses yang pengadilan hingga kasasi , kemudian grasi, baru dijatuhkan hukuman mati,” kata dia.
“Artinya prosesnya panjang dan tidak mudah, bukan tiba-tiba kita langsung jatuhkan hukuman mati,” politisi Partai Nasdem itu menambahkan.
Sementara Sudding berpendapat negara lain harus menghormati keputusan hukum yang ada di Indonesia, sebab keputusan menjatuhkan hukaman mati pada seorang narapidana telah melalui proses panjang.
“Saya kira upaya hukum yang dilakukan terpidana mati pun sudah dilakukan sampai mentok. Jadi tidak ada lagi alasan untuk menunda eksekusi hukuman mati. Kita dukung Kejaksaan Agung untuk bisa melakukan eksekusi hukuman mati,” kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...