Sri Mulyani Akan Diperiksa Penyidik Sebagai Saksi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Bareskrim Polri dijadwalkan memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin (8/6) ini sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dalam penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI).
"SMI akan diperiksa hari ini. Tadinya rencana akan diperiksa tanggal 10, tapi beliau besok harus balik ke AS, diminta periksa hari ini. Kemudian Kemenkeu menelepon, beliau ada kegiatan di Kemenkeu hari ini, dimohon diperiksa di sana," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Victor E Simanjuntak, di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Menurut dia, Sri akan dikonfirmasi terkait surat yang diterbitkan Kemenkeu mengenai persetujuan tata cara pembayaran kondensat jatah negara yang dilakukan oleh PT TPPI sebagai pihak yang ditunjuk sebagai pelaksana penjualan.
"Kalau skema pembayaran kan harus ada kontrak kerja. Di situ dikaitkan dengan Pertamina, apa tujuan beliau (menyetujui) TPPI menerima kondensat, hasil kondensat diberikan ke TPPI agar diolah menjadi ron 88, solar, kerosin untuk BBM di Indonesia, tapi TPPI tidak menjualnya ke Pertamina, malah menjual ke pihak lain," katanya.
Sri Mulyani diduga mengetahui TPPI mengalami kesulitan keuangan. Namun demikian Sri sebagai Menkeu (saat itu) tetap menyetujui cara pembayaran tidak langsung TPPI dalam penjualan kondensat jatah negara.
Dalam kasus ini, TPPI diketahui telah melanggar kebijakan Wapres Jusuf Kalla (saat itu). Menurut Victor, sesuai kebijakan wapres bahwa penunjukan TPPI sebagai pelaksana penjualan kondensat bagian negara diberikan dengan syarat hasil olahan kondensat dijual kepada PT Pertamina.
Namun, kenyataannya TPPI malah menjual kondensat ke pihak lain, baik perusahaan lokal maupun asing.
Kasus ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada Oktober 2008 terkait penjualan kondensat untuk kurun waktu 2009-2010. Sementara perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.
Penunjukan langsung ini menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
"Ini melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara," Victor memaparkan.
Dalam kasus ini, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni RP, HW, dan DH. Dari ketiga tersangka, hanya HW yang belum diperiksa penyidik karena berada di Singapura.
Dalam kasus kondensat, Victor memperkirakan negara dirugikan sebesar 156 juta dolar AS atau Rp 2 triliun.(Ant)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...