Sudan: Tiga Mantan Orang Penting Rezim Bashir Terinfeksi COVID-19 di Penjara
KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang Sudan mengatakan bahwa tiga mantan pembantu senior rezim Presiden Omar al-Bashir yang digulingkan April tahun lalu, terinfeksi virus corona baru di penjara, hari Rabu (27/5).
Mantan pejabat itu adalah Ali Othman Taha, Ahmed Mohamed Haroun, dan Abdulreheem Mohamed Hussein yang ditahan di penjara Kober, di Khartoum sejak pemecatan peringgi militer semasa Bashir pada April 2019, menyusul protes massa terhadap pemerintahannya.
Ketiganya sedang menunggu persidangan di Sudan untuk kasus kejahatan korupsi dan pelanggaran lainnya. Haroun dan Hussein, yang memegang posisi pemerintahan puncak di bawah Bashir, dia juga dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas peran mereka dalam konflik Darfur.
Pada hari Rabu, penuntutan publik Sudan mengatakan ketiga pria itu dinyatakan positif COVID-19, yang sejauh ini telah menginfeksi 4.146 orang dan menewaskan 184 orang di negara itu. Haroun telah berada di pusat isolasi di Khartoum utara sejak akhir April, kata pernyataan itu.
Otoritas penjara menguji yang lain pada 20 Mei dan memindahkan Hussein ke rumah sakit di Omdurman, Khartoum, dan Taha ke pusat isolasi di pusat Khartoum, menurut pernyataan itu.
Taha menjabat sebagai wakil presiden di bawah Bashir pada kurun tahun 1998-2013, dan sebelumnya adalah menteri luar negeri Sudan.
Hussein bertugas di beberapa posisi termasuk menteri pertahanan dan menteri dalam negeri. Dia juga ditugaskan sebagai Gubernur Khartoum sebelum Bashir dilengserkan.
Haroun menjabat sebagai menteri negara urusan dalam negeri, menteri negara untuk urusan kemanusiaan, dan gubernur Kordofan Selatan yang dilanda konflik. Ketiganya adalah anggota Partai Kongres Nasional-nya Bashir yang sekarang sudah tidak ada.
Dituntut ICC
ICC yang bermarkas di Den Haag menuntut Bashir dan lainnya, termasuk Haroun dan Hussein, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam konflik Darfur yang meletus pada 2003.
Pertempuran dimulai ketika pemberontak etnis minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi kaum Arab di bawah pimpinan Bashir. Mereka menuduh memarginalkan politik dan ekonomi wilayah mereka.
PBB memperkirakan sekitar 300.000 orang tewas dan 2,5 juta lainnya mengungsi dalam konflik itu. Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan Khartoum menargetkan kelompok-kelompok etnis pro-pemberontak dengan kebijakan bumi hangus, memperkosa, membunuh, menjarah, dan membakar desa-desa.
Pada bulan Februari, otoritas transisi Sudan, yang mengambil alih kekuasaan pada Agustus, setuju bahwa Bashir dan para pembantunya harus diadili di ICC. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...