Survei Bloomberg: Rupiah Bisa Jatuh ke Rp 15.300 Akhir 2016
SINGAPURA, SATUHARAPAN.COM - Rupiah diperkirakan akan merebut kembali posisi mata uang berkinerja terburuk di Asia, akibat menyusutnya cadangan devisa dan risiko terus berlangsungnya arus modal keluar.
Bloomberg mengutip analisis Societe Generale yang melihat rupiah bisa jatuh ke ke Rp 15.300 per dolar AS pada akhir 2016, kendati estimasi median dalam survei Bloomberg memperkirakan rupiah akan berkisar di Rp 14.800 per dolar AS pada tahun 2016.
Dua tahun terakhir ringgit Malaysia mengalami pelemahan paling besar di kawasan Asia. Namun Indonesia diperkirakan akan mengambil alih posisi itu dan akan mencatat pelemahan yang terbesar pada 2016.
Rupiah diperkirakan melemah 6,2 persen terhadap dolar AS pada rentang waktu 30 November hingga akhir 2016. Pelemahan ini dua kali yang dialami oleh ringgit, menurut survei Bloomberg.
Mata uang rupiah juga merupakan yang paling besar mencatat penurunan di pasar yang sedang tumbuh sepanjang 2012 dan 2013, yakni 5,9 persen dan 21 persen. Pelemahan rupiah terjadi seiring dengan jatuhnya harga komoditas dan pengetatan kebijakan moneter AS yang memicu arus modal keluar dari negara-negara sedang berkembang.
"Rupiah Indonesia berada di peringkat tinggi pada scorecard kami dalam hal kerentanan terhadap arus keluar modal," kata Jason Daw, analis pada Societe Generale yang berbasis di Singapura. Menurut Bloomberg, SocGen SA merupakan satu dari tiga terbaik dalam melakukan prakiraan kurs dalam peringkat yang dilakukan Bloomberg dalam kuartal terakhir.
Cadangan devisa Indonesia merosot selama sembilan bulan terakhir sampai November, sementara investor luar negeri memegang 38 persen dari obligasi negara dalam mata uang lokal. Mereka ini dicurigai rentan akan meninggalkan Indonesia yang memicu arus modal keluar, menyusul langkah The Fed (bank sentral AS) yang menaikkan suku bunga dan perekonomian Tiongkok yang melambat.
Presiden Joko Widodo mencoba mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas. Namun, transisi sepertinya akan memakan waktu dan ekonom memperkirakan yang dapat dilakukan tahun depan baru perbaikan moderat.
Societe Generale memandang rupiah dapat jatuh ke Rp 15.300 per dolar AS pada akhir 2016, sementara estimasi median dalam survei Bloomberg rupiah akan berada di level 14.800 pada akhir 2016.
Hanya peso Argentina dan real Brasil yang menurun lebih besar selama periode dibandingkan rupiah di antara 23 negara di pasar yang sedang tumbuh. Pada hari Jumat lalu, rupiah ditutup pada kurs Rp 13.915 per dolar AS.
Cadangan devisa Bank Indonesia telah merosot 10 persen tahun ini dan berada di tingkat terendah sejak Desember 2013. Hal ini diperkirakan akan membatasi kemampuan BI untuk mempertahankan rupiah menghadapi kenaikan suku bunga AS dan perlambatan ekonomi Tiongkok, yang selanjutnya akan menekan harga komoditas dan bisa mengakibatkan melemahnya yuan.
Kepemilikan asing pada obligasi negara dalam mata uang rupiah telah meningkat dari 30 persen pada lima tahun lalu dan mencapai puncaknya, 40 persen, pada Januari. Proporsi ini cukup mencolok dibandingkan dengan 31 persen di Malaysia dan 15 persen di Thailand.
Ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh 4,7 persen tahun ini dan 5,1 persen pada 2016, menurut survei Bloomberg. Bank Indonesia mengatakan pada hari Kamis, pertumbuhan ekonomi RI tahun depan berada di ujung bawah dari kisaran 5,2 persen - 5,6 persen dan ruang untuk penurunan suku bunga semakin besar. Bloomberg mengatakan, penurunan itu kemungkinan akan melemahkan rupiah.
Presiden Widodo telah meningkatkan upaya untuk memacu pertumbuhan ekonomi sejak pembenahan kabinetnya pada bulan Agustus. Pemerintah telah meluncurkan serangkaian kebijakan termasuk menyederhanakan aturan untuk izin usaha dan membatalkan pembatasan tenaga kerja asing. RI juga berencana untuk memotong pajak dan menghabiskan lebih banyak investasi pada infrastruktur tahun depan.
Nomura Holdings Inc, peramal kedua yang paling akurat atas rupiah di peringkat Bloomberg pada kuartal terakhir, memperkirakan rupiah berada di kisaran 14.850 dari 15.200 pada akhir 2016.
"Kami lebih optimis pada prospek ekonomi Indonesia dan rupiah pada 2016," kata Dushyant Padmanabhan, ahli strategi Nomura yang berbasis di Singapura. "Secara lokal, kami melihat peningkatan permintaan domestik dan bangkitnya pengeluaran modal publik sebagai awal dari buah stimulus fiskal dan moneter."
Bank Dunia mengatakan dalam sebuah pernyataan pekan lalu bahwa tahun 2016 "akan tetap menjadi tantangan" bagi Indonesia dan "mungkin ada beberapa turbulensi pada pasar" karena permintaan dari Tiongkok yang melemah dan suku bunga AS yang naik. Meskipun belanja sektor publik telah meningkat, pemungutan pendapatan tetap merupakan tantangan dan mengancam menggagalkan rencana pencairan anggaran pemerintah untuk tahun depan, kata Bank Dunia.
Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI ada di angka 5,3 persen tahun depan.
"Rupiah lebih rentan dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya karena ketidakseimbangan eksternal, harga komoditas lemah dan pembalikan kepemilikan asing di obligasi lokal-pemerintah dengan pengetatan The Fed," kata Roy Teo, analis senior valuta asing ABN Amro Bank NV. ABN Amro memprediksi nilai tukar akan melemah ke Rp 15.000 per dolar AS pada akhir-2016.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...