Survei Setara Institute Nyatakan MK Dapat Pulih
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Lembaga survei SETARA Institute menyatakan mayoritas responden yang terdiri dari 200 ahli tata negara mempercayai Mahkamah Konstitusi dapat memulihkan kepercayaan publik pasca-penangkapan mantan Ketua MK Akil Mochtar.
"Prahara yang menimpa MK pada Awal Oktober lalu tidak membuat cemas para ahli tata negara yang menjadi responden survei ini. Sekalipun sangat disesalkan, tetapi 82,1 persen responden yakin MK bisa memulihkan kepercayaan publik," kata peneliti SETARA Institute Ismail Hasani dalam konferensi pers hasil survei terhadap 200 Ahli Tata Negara tentang Kinerja MK RI, di Jakarta, Senin (11/11).
Ismail menyatakan survei yang dilakukan SETARA Institute kepada 200 ahli tata negara menggunakan metode purposif ("purposive sampling"), di mana pihaknya memilih dan menetapkan 200 ahli yang memiliki ciri spesifik agar relevan dengan tujuan penelitian.
Survei itu yang dilakukan sejak Juli 2013 itu dalam rangka memotret kinerja 10 tahun MK dari sudut pandang 200 ahli tata negara termasuk juga pegiat Hak Asasi Manusia.
Survei itu menunjukkan bahwa 79,5 persen dari 200 ahli tata negara menilai MK telah menjalankan kewenangan dengan baik dalam pengujian UU. Namun, para mayoritas ahli tata negara menyatakan penanganan perkara perselisihan pilkada justru mengikis martabat MK.
"Sebanyak 30,8 persen responden berpendapat agar perkara pilkada dikembalikan ke MA, sedangkan 69,2 persen lainnya merekomendasikan agar dibentuk pengadilan khusus pemilu bersifat `ad hoc` lazimnya terdapat di beberapa negara," ujar dia.
Para ahli tata negara selanjutnya menilai pola rekrutmen hakim MK seperti tertuang dalam UU MK mencerminkan bahwa MK adalah institusi politik. Sebanyak 61,5 persen responden menilai pola rekrutmen hakim MK saat ini berpotensi memikul kepentingan dari lembaga/badan asal mereka dicalonkan.
Sementara itu terkait pengawasan, sebanyak 71,8 persen responden menyetujui kewenangan pengawasan MK melekat pada Komisi Yudisial. Namun jalan pengembalian kewenangan kepada KY menurut 87,2 persen responden sebaiknya bukan melalui Perppu, melainkan melalui revisi UU MK.
Lebih jauh hasil survei SETARA Institute menyatakan bahwa 89,7 persen responden mendorong penambahan kewenangan MK memeriksa dan memutuskan perkara yang masuk dalam kategori komplain konstitusi. Sedangkan 82,1 persen responden mendorong dilakukannya integrasi pengujian oleh MK untuk mengatasi jarak dalam mekanisme penanganan peraturan daerah diskriminatif dan bertentangan dengan konstitusi RI.
Pada sisi lain 200 ahli tata negara juga dimintai pendapatnya mengenai kepemimpinan Ketua MK tiga periode awal. Sebanyak 94,9 persen menyatakan kualitas putusan mantan Ketua MK Jimly Asshidiqie akademis, 89,7 persen juga menilai putusannya argumentatif.
Untuk mantan Ketua MK Mahfud MD, 89,7 persen menilai putusannya progresif, dan 79,5 pesen menilai putusan Mahfud argumentatif.
Untuk mantan Ketua MK Akil Mochtar, 80 persen menilai putusannya politis. Tidak ada skor memuaskan terkait kualitas putusan periode Akil Mochtar.
"Di luar konteks masalah penanganan perkara pilkada, MK telah memberikan kontribusi signifikan pada banyak bidang. Skor putusan MK dalam memajukan HAM dinilai mendekati baik sebesar 4,83 poin," ujar Ismail.
Sedangkan terkait dampak dan efektivitas putusan, kepatuhan para penyelenggara negara pada putusan MK sejauh ini cukup tinggi. (Antara)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...