Syafii Maarif Minta Jokowi Jangan Seperti Kelelawar
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Tim Independen Ahmad Syafii Maarif mengatakan, seorang pemimpin sejati harus berani mengambil risiko atas segala keputusan yang dibuatnya. Termasuk dalam penentuan calon Kapolri.
"Dilantik atau tidak dilantik pasti punya risiko. Jadilah rajawali, jangan tiru kelelawar," kata Syafii Maarif di Kantor Maarif Institute, Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (17/2) malam.
Ia menyatakan keputusan Presiden Joko Widodo untuk menentukan Kapolri terlalu lama dan memakan waktu. Akibatnya, polemik seputar Kapolri menjadi berkepanjangan.
"Yang menentukan hasilnya atas semua polemik ini adalah dia (Presiden Jokowi)," kata sosok yang akrab disapa Buya itu.
Dia melanjutkan sebaiknya Presiden Jokowi menurut pada suara rakyat, bukan tunduk kepada semua tekanan yang ada saat ini. Namun, Buya mengimbau semua pihak untuk tetap taat pada hukum yang berlaku.
"Hormati semua proses hukum, kritik juga berdatangan dari para ahli hukum, tapi jangan memperkeruh suasana," kata dia.
KPK Gali Kubur
Selanjutnya, Buya menanggapi informasi penetapan tersangka 21 penyidik KPK oleh Polri. Para penyidik itu sebelumnya dilaporkan ke Bareskrim Polri karena belum mengembalikan senjata api yang mereka kuasai. Padahal, mereka telah resmi menjadi penyidik KPK.
"Walau pun sering dikatakan kami menghormati, menjaga KPK sebagai institusi tapi kalau caranya seperti ini, cara ganas seperti ini, orang akan ambil kesimpulan KPK sedang gali kuburan masa depannya. Ini kan tidak sehat sama sekali," kata dia.
Syafii mengingatkan, pembentukan KPK merupakan amanah reformasi. Masyarakat saat itu kecewa karena Polri dan Kejaksaan Agung dianggap tidak memiliki taring untuk memberantas praktik tindak pidana korupsi. "Waktu itu pun UU (pembentukan KPK) disahkan Presiden Megawati Soekarnoputri," kata dia.
Menurut dia, saat ini ada upaya untuk melemahkan dan menghancurkan KPK oleh pihak-pihak tertentu. Pihak tersebut, kata Buya, ingin agar wewenang pemberantasan korupsi dikembalikan kepada Polri dan Kejaksaan. Padahal, menurut dia, ketiga lembaga itu dapat saling berkoordinasi untuk memberantas korupsi.
"Memang saya duga pemberantasan korupsi dikembalikan kepada polisi, kejaksaan. Kita sudah tahu. Jangan kita berpura-pura. Polisi dan kejaksaan selama ini belum mampu melawan korupsi," ujar dia.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...