Tahun 2015 Suram akibat Larangan PNS Rapat di Hotel
SURABAYA, SATUHARAPAN.COM - Pengusaha hotel yang terhimpun dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memandang tahun 2015 dengan perasaan muram dan nyaris putus asa akibat kebijakan pemerintah yang melarang PNS melangsungkan rapat di hotel.
Pada tahun 2015 bisnis perhotelan akan semakin suram, bahkan banyak yang akan gulung tikar apabila kebijakan tersebut tidak ditinjau. Sebagian besar penghasilan hotel dan restoran di Tanah Air mengandalkan pelanggan instansi pemerintah.
Ketua PHRI Jawa Timur, M. Soleh, mengatakan larangan terhadap PNS melakukan kegiatan di hotel menurunkan omzet pebisnis hotel antara 30-50 persen. Sebab, banyak hotel di Jawa Timur yang sumber pendapatannya dikontribusi Meeting, Convention, Incentive, dan Exhibition (MICE).
"Larangan tersebut seharusnya tidak dapat diberlakukan secara menyeluruh," kata M. Soleh di Surabaya, hari ini (4/12).
Ia mengkhawatirkan, bila kebijakan larangan rapat di hotel itu terus dilanjutkan maka pada masa mendatang banyak pelaku bisnis perhotelan yang gulung tikar. Apalagi, kini banyak yang melakukan penyesuaian tarif dan tenaga kerja.
"Padahal, sampai sekarang banyak perhotelan di Jatim yang memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Seperti di Batu yang memiliki PAD 60 persen dari sektor pariwisata dan di antaranya sektor perhotelan dan restoran," ujarnya.
Di sisi lain, jelas dia, tahun 2014 adalah masa terberat bagi pelaku bisnis perhotelan dan restoran. Salah satu penyebabnya, saat itu berbagai kementerian telah mengurangi anggarannya 30 persen untuk mengadakan pemilihan umum baik legislatif maupun presiden.
"Akibatnya, omzet perhotelan kian menurun," katanya.
Meski begitu, tambah dia, penurunan omzet perhotelan tersebut tergantung dari kelas hotel masing-masing. Untuk hotel bintang tiga hingga lima yang memiliki ruang rapat memadai maka penurunan omzet bisa mencapai 30-50 persen.
"Sementara, hotel yang bukan termasuk kelas bintang tiga hingga lima justru turun 20-30 persen. Apalagi, tidak semua hotel memiliki ruang rapat," katanya.
PHRI Jatim, menurut dia, meminta kebijakan itu dikaji ulang agar tidak merugikan pebisnis perhotelan. Penyebabnya, untuk menjalankan bisnis perhotelan selalu melibatkan banyak pihak mulai masyarakat, pemasok bahan makanan-minuman, usaha kecil menengah (UMK), hingga karyawan dengan penghasilan rendah hingga tinggi.
"Kami harap, PNS tidak lagi dilarang rapat di hotel. Soalnya dengan berkegiatan di hotel justru hal itu bisa menumbuhkan perekonomian nasional," katanya.
Bagi Jatim, lanjut dia, bisnis perhotelan memberikan kontribusi Rp400 miliar per tahun terhadap perekonomian wilayah tersebut. Oleh sebab itu, ada baiknya sumbangan yang diberikan bisnis perhotelan dapat didukung oleh penguatan infrastruktur dan promosi yang gencar sehingga sektor tersebut bisa tumbuh. (Ant)
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...