Loading...
INSPIRASI
Penulis: Mingke Manova 17:32 WIB | Kamis, 06 Juni 2024

Tanah, dari sanalah aku berasal

Ilustrasi puisi (foto : Canva)

Sewaktu aku remaja  di sekolah dasar

Sulit mencerna apalagi menerima ungkapan

“Manusia berasal dari tanah“

Mana mungkin?  Apa relevansinya?

Badan ku adalah daging hidup

Tanah adalah benda mati.

 

Semasa aku pemuda dan perkasa

Otak ku teguh berkuasa

Semakin tidak masuk  logika akal

Menerima pernyataan “manusia adalah debu“

Sejatinya manusia adalah penakluk jagat raya

 

Semasa umur  lebih dari setengah abad

Di saat udara panas, derasnya peluh berderai

Ku usap keringat  di dahi  dengan tangan tangan ku

Terlihat lapisan tanah yg kugapai di telapak tangan

Tersentaklah aku, . . .

 

Bagaimana tiba-tiba tubuhku penghasil tanah dari daki-daki ku

Semakin tangan menggosok lengan

Semakin banyak daki yang berubah menjadi tanah

 

Ternyata tidak harus mati organ menjadi tanah

Napas kehidupan masih bertahta,

Organ aus menghasilkan tanah sudah dimulai

Di sinilah aku disadarkan

Manusia  berasal dari  tanah/debu adanya

Suka atau tidak, rela ataupun mengelak

Semua yang namanya insan di bumi

Pasti kembali kepada habitat dari zaman sepanjang masa

Dari tanah kembali ke tanah

Dari debu kembali ke debu

 

Tanah yang kita injak-injak di bumi

Ternyata empunya tahta setiap insan

Tanah tempat seluruh bangunan bertumpu

Maha karya fondasi mengokohkan gedung pencakar langit menjulang

Insanlah yang menikmati hunian bebas   air hujan bebas teriknya sinar matahari

 

Tanah tempat berjuta pohon raksasa lebat  di hutan

Berakar, bertumbuh dan berbuah

Insanlah pemetik hasil buah buah ciptaan alam

Tanah tempat jutaan  aneka fosil tertanam di dalamnya

Hasil tambang dari besi sampai  titanium intan dan berlian

Insalah yg menghiasi diri dengan permata berkilau

 

Tanah pemangku seluruh harta dibumi

Tanah penopang lautan samudra raya, kapal-kapal  di laut bebas  berlayar

Tanahlah yang memungkinkan mobil hilir mudik meluncur di jalan raya

Tanah tidak pernah sedikikpun berontak ataupun mengeluh

Walau menanggung beban sejagat alam  raya

 

Bila tanah berbatuk-batuk

Terdengalah gempa bumi menderu

Bila tanah di laut menari-nari

Terdengar gelombang pasang atau tzunami

Bila tanah tak sanggup mewadahi  derasnya air hujan

Terdengarlah banjir bandang meyusuri bumi

 

Tanah penopang insan hidup

Dari tanah aku berasal

Dari tanah pula aku dapatkan makanan

Karena tanah kakiku bebas bertumpu, berjalan, berlari dan menari

 

Tanah engkau sungguh perkasa

Alam ciptaan Sang Maha Karya

Aku agungkan DIKAU  yang bersemayam

Di balik alam semesta

Allah yang maha kasih dan maha murah

Tempat insan bertelut dan berteduh

Kepadamu kunaikan sembah dan syukur

Di hari hari setiap rayakan ulang tahunku

Selalu diingatkan bahwa

Kehadiranku di awal lahir dari rahim bunda tercinta

Pada waktunya nanti, kita semua akan kembali

Ke rahim ibu pertiwi yang tertanah dan bernusa

Pada hari akhirku

 

Roh ku kembali kepangkuan yang maha kuasa

Badan, raga dan organ tubuh tak bisa kubawa serta

Kutinggalkan dalam kesunyian  berbantal kan tanah

Pada wakunya semua akan melebur

Menjadi tanah bergabung dengan tanah sejagat raya

Inilah kehidupan insan yg bersiklus dari tanah kembali menjadi tanah

Hilanglah  makna hidup bila tidak mengenal dan dikenal sang khalik

Masa singkat di bumi  hidup beriman  dengan bijak  menabur dan menuai kebajikan

Nikmati hidup kekal dalam keabadian  bersama sang empunya waktu

Yang tanpa  hitungan masa tanpa terbatas oleh waktu

Karena IA adalah alpha dan Omega

 

Selalu Ingatlah insan adalah musafir dibumi

Tempat numpang  lewat sekedar minum

Menempu perjalanan menuju rumah abadi

Hidup terlalu singkat  bila sibuk  berpangku tangan

Apalagi hanya mengejar segala sesuatu yang tak bernilai abadi

Menaburlah kebajikan dalam  kasih bertaut Firman

selagi umur masih diberi mengasihi dan dikasihi sang khalik

Jauh lebih berharga dari pada sebongkah   intan berlian permata

Jadilah PENABUR   kasih tanpa pilah dan pilih

Allah adalah kasih dan sumber kasih

Hiduplah dengan penuh waspada

BerKRIDA dengan  karakter mulia

Menjadi WACANA  terbaca dan berdampak luas

Mengenal khalik, mengenak diri

Jangan sampai melupakan diri

Apalagi tidak tahu diri

Bersiap-siaga  seutuhnya seakan hari esok akan  berakhir

Bersiap pula seakan “hidup seribu tahun lagi“

Seperti gubahan syair khairil Anwar berjudul “AKU“

Ku mau hidup seribu tahun lagi atas perkenan MU

Semoga renungan tentang tanah dan debu ini

Menolong kita senantiasa sadar  diri dan waspada diri

 

Setiap  kita saat  memperingati HARLAH   ,setiap hari setiap detik

waktu adalah kesempatan agar menjadi  kairos

Momentum mengingat Allah sumber kehidupan

Sumber harapan dan sumber semangat

Sambil mengingat bahwa Kita hadir disini

Karena orang tua dan leluhur di atas kita hormati dan kasihi mereka

Juga karena ALLAH MAHA HADIR, SERBA HADIR dengan roh kudusNYA

DISINI DAN SAAT INI dan sepajang perjalanan hidup kita

Salam sehat sejahtera dan Selamat berbahagia bagi kita

yang merenungkan dan memberlakukan  firmanNYa

 

Editor : Eti Artayatini


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home