Tari Legong Keraton, Warisan Budaya UNESCO Asal Denpasar
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Dari sembilan Tari Bali yang tergabung dalam tiga genre dan diakui UNESCO, Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB, sebagai warisan budaya takbenda, Tari Legong Keraton adalah satu-satunya yang berasal dari Kota Denpasar. Sertifikat pengakuan UNESCO diserahkan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid kepada Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, Minggu (12/6), di Gedung Sewaka Dharma Denpasar, Bali.
Tari Legong Keraton memiliki banyak varian. Menurut salah satu seniman Tari Legong Keraton, Ni Ketut Arini, setidaknya hingga saat ini ada 15 varian Tari Legong yang berkembang di wilayah Denpasar. Varian-varian ini muncul setelah proses revitalisasi yang panjang oleh pemerintah, budayawan, seniman, hingga masyarakat Bali. Lima belas varian tersebut di antaranya adalah Legong Lasem, Prayon, Kuntul, Kuntir, Jobog, Bramara, Kupu-kupu, Kancingwi, Rajasinga, Legodbawa, Semarandana, Bapang, dan Bulan-Matahari (Chandra Tanre).
Berkembangnya Tari Legong itu tak luput dari komitmen setiap elemen masyarakat Bali untuk menjadikan budaya sebagai dasar kehidupan. Wali Kota Denpasar Rai Mantra menjelaskan, perpaduan antara budaya dan sistem pemerintahan yang baik menciptakan kemajuan di Provinsi Bali.
Dalam pemerintahan yang baik, Kota Denpasar memegang prinsip Sewaka Dharma, artinya konsep pelayanan berbasis budaya. Pelayanan adalah bentuk kewajiban. "Pemkot Denpasar berupaya melakukan perubahan dalam pelayanannya guna mendukung good governance," kata Rai Mantra saat menerima kunjungan Direktur Jenderal Kebudayaan, seperti dilansir dari situs kemdikbud.go.id.
Salah satu varian Tari Legong Keraton, yaitu Legong Kuntul, ditampilkan pada acara kunjungan penyerahan sertifikat UNESCO tersebut. Tarian yang dibawakan empat siswi SMA ini adalah sebuah tarian klasik Bali, yang memiliki perbendaharaan gerak yang sangat kompleks. Gerak tubuh penari diikat oleh struktur tabuh pengiring, yang konon merupakan pengaruh dari Gambuh.
Ni Ketut Arini mengatakan, sertifikat UNESCO untuk Tari Legong Keraton memberikan kebanggaan luar biasa bagi dia dan masyarakat Bali. Namun demikian, masyarakat Bali memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga, melestarikan, dan melindungi tarian ini.
Langkah konkret yang akan dilakukannya sebagai seorang budayawan untuk melestarikan Tari Legong Keraton adalah dengan mendokumentasikan seluruh komponen tari, agar dapat diwariskan kepada generasi penerus nantinya. Menurut dia, warisan budaya seperti tari ini tidak hanya milik masyarakat Bali, tapi juga milik bangsa Indonesia. "Sekarang anak muda di sini makin banyak yang mau mengenal budaya tarinya, kalau dulu kan hanya orang-orang tua. Itu yang akan kita jaga," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, menyerahkan sertifikat UNESCO atau Three Genres of Traditional Dance in Bali kepada Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika, pada Pembukaan Pesta Kesenian Bali yang ke-38. Mendikbud mewakili Presiden RI Joko Widodo menyerahkan sertifikat tersebut di acara yang berlangsung di Art Center, Denpasar-Bali, Sabtu (11/6) malam.
Tiga genre tari tradisional Bali yang terdiri atas sembilan tarian masuk dalam daftar UNESCO bidang Pelindungan Warisan Budaya Takbenda setelah melewati proses panjang. Penelitian untuk sembilan tari Bali ini dimulai tahun 2010 dengan melibatkan peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan.
Mendikbud mengatakan, sertifikat itu merupakan bukti otentik bahwa ada sembilan tari Bali yang masuk dalam warisan budaya takbenda dunia. Sertifikat itu, bukan untuk pemerintah, tapi untuk seluruh perjalanan budaya masyarakat Bali. "Tak banyak tempat di dunia ini yang budayanya menghidupkan masyarakat. Bali adalah tempat itu," kata Mendikbud seusai menyerahkan sertifikat tiga genre kepada Gubernur I Made Mangku Pastika.
Tiga genre tari dalam kebudayaan Bali tersebar di sembilan kabupaten/kota Provinsi Bali, meliputi Kabupaten Karangasem, Klungkung, Bangli, Gianyar, Badung, Tabanan, Jembrana, Buleleng, dan Kota Denpasar. Tiga genre tarian ini berlaku di semua wilayah Bali, dengan mengikuti prinsip-prinsip berdasarkan desa (tempat), kala (waktu), dan patra (acara).
Dalam masyarakat Bali, tarian terutama ditransmisikan secara informal kepada anak-anak sejak usia dini, dalam banjar (kelompok adat). Pelatihan dimulai dengan gerakan tari dasar dan posisi, kemudian berkembang menjadi tarian yang lebih rumit. Sesi berlanjut sampai siswa telah hafal urutan gerakan. Tarian tradisional Bali memberikan rasa identitas budaya yang kuat, didasarkan pada pemahaman bahwa mereka menjaga warisan budaya nenek moyang mereka.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...