Tentara Ukraina Dilucuti Pemberontak Pro Rusia di Donbass
KIEV, SATUHARAPAN.COM – Pemberontak di Ukraina timur yang pro Rusia merebut enam kendaraan pengangkut personel lapis baja dan melucuti senjata prajurit, hari Rabu (16/4). Hal itu menurut para analis sebagai kegagalan atas operasi anti teroris yang digembar-gemborkan untuk menghadapi pemberontak di wilayah timur.
Kejadian itu menunjukkan bahwa Donbass, wilayah itu, sebagai musuh baru bagi pemerintahan Kiev yang pro Uni Eropa, dan dikuasai oleh para tokoh terkemuka dan polisi enggan untuk menghadapi gerakan separatis.
"Ini adalah sebuah kesalahan dengan melancarkan operasi anti teroris di Donbass, di mana mayoritas warga melawan pemerintah Kiev. Operasi dengan target kelompok bersenjata adalah satu hal, tetapi ketika tank-tank ada di jalan, warga di sana memblokir mereka," kata seorang analis politik Ukraina, Volodymyr Fesenko.
Seorang pakar militer di lembaga think tank, Razumkov di Kiev, Oleksiy Melnik, mengkritik pemerintah karena ragu-ragu menggunakan kekuatan dan akhirnya mengirim kekuatan yang lebih kecil ketika mengumumkan operasi besar pada hari Minggu lalu.
"Argumen bahwa ‘kita tidak harus memprovokasi Rusia' tidak masuk akal dalam situasi saat ini. Sebab, Rusia tidak memerlukan alasan untuk melaksanakan rencananya. Alasan di balik apa yang terjadi adalah kelambanan pemerintah," kata dia.
“Ini macam kekalahan yang demoralisasi tentara. Semangat juang mereka yang telah dirusak oleh peristiwa di Crimea," di mana tentara Ukraina akhirnya meninggalkan unit mereka tanpa perlawanan terhadap pasukan Rusia, kata dia.
Tentara Ukraina dengan kekuatan 130.000 disebutkan hanya memiliki senjata tua dan dibayangi oleh kekuatan militer Rusia yang enam kali lebih besar, di mana ada 40.000 tentara yang ditempatkan di perbatasan timur dengan Ukraina, menurut Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Pemerintah Kiev menegaskan bahwa kelompok bersenjata, yaitu pemberontak pro Rusia sedang dikendalikan perwira intelijen militer Rusia di wilayah itu. Beberapa ratus personil militer terlatih membawa senjata yang sejenis dengan yang digunakan oleh pasukan elite Rusia. Mereka mengenakan seragam militer, dan lencananya pun dapat dilihat di kawasan itu. Namun pihak Moskow membantah mereka adalah tentara Rusia.
Pakar militer lain, Mykola Sungurovsky, mengatakan bahwa Ukraina telah mengirim personil dan peralatan yang terbaik di perbatasan untuk melindungi wilayahnya.
"Tapi mereka hanya mampu menghadapi semua serangan pertama. Setelah itu, mereka akan beralih ke aksi-aksi gerilya, karena keseimbangan kekuatan tidak mendukung kami."
Beberapa analis mengamati bahwa militer Ukraina adalah kekuatan utama yang setia kepada pemerintah Kiev di wilayah timur. Polisi, kata mereka, tidak melakukan apa pun untuk menghentikan serangan kelompok pro Rusia yang menyerbu bangunan umum dan kantor polisi di beberapa kota di wilayah tersebut.
Di Donetsk, kota utama di timur, "situasinya sangat rumit," kata Wakil Perdana Menteri Pertama, Vitaliy Yarema, mengakui situasinya pada hari Rabu. "Beberapa petugas polisi berada di bawah perintah separatis."
Tapi Mykhaylo Kornyenko, mantan wakil menteri dalam negeri, mengatakan bahwa polisi tidak boleh disalahkan. "Kepolisan diserang oleh orang-orang dengan pengalaman tempur, sedangkan mereka tidak memiliki pengalaman seperti itu. Jika mereka menggunakan senjata mereka, konsekuensi bisa menjadi bencana."
Olexandra Rudneva, seorang analis pada Strategic Studies Institute, mengatakan, bagaimanapun banyak polisi juga merasakan kepahitan dari pemerintah baru dan berharap tidak menghukum mereka yang bertanggung jawab atas kematian lebih dari 100 orang selama protes massal di Kiev pada awal tahun ini. Mereka digunakan sebagai kambing hitam atas pertumpahan darah itu.
"Dalam situasi ini, siapa pun yang berkuasa di Kiev akan menghadapi kesulitan mengerahkan pengaruhnya atas polisi, terutama di Donetsk," kata dia. (AFP)
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...