“Terlepas Perdebatan Agama, LGBT Harus Dapat Rasa Aman”
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Kaukus Pancasila Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengatakan kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) adalah warga negara yang wajib memperoleh perlindungan dan rasa aman. Menurutnya, negara harus melindungi kaum LGBT dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan atas dasar apapun.
“Terlepas dari perdebatan medis maupun agama, faktanya LGBT adalah warga negara yang sudah sepatutnya memperoleh perlindungan dan rasa aman, sebagaimana warga negara lainnya,” kata Sara dalam keterangan tertulis kepada satuharapan.com, di Jakarta, hari Sabtu (20/2).
Sosok yang menghuni Komisi VIII DPR itu pun mengakhu khawtir melihat stigma dan provokasi kebencian pada kaum LGBT yang kian meluas belakangan ini. Menurutnya hal tersebut berpotensi melahirkan tindak kekerasan dan diskriminasi terjadi secara terus menerus.
Kasus Ponpes Waria
Misalnya, anggota Kaukus Pancasila DPR, Maman Imanulhaq, menambahkan, rumor terkait pengembangan fiqih waria di Pondok Pesantren Al-Fattah Banguntapan, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang disebarkan salah satu situs online. Akibatnya, sekelompok orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai Front Jihad Islam (FJI), hari Jumat (19/2) pagi menyebarluaskan ajakan untuk menolak dan menyegel pendok pesantren tersebut. Namun, saat massa FJI mendatangi pondok pesantren itu, para penghuninya telah pergi untuk menyelamatkan diri.
“Kaukus Pancasila DPR menyesali adanya tindakan sekelompok masyarakat yang tidak berdasarkan hukum, menebarkan kebencian dan ketakutan terhadap kegiatan pondok pesantren yang semestinya dipandang sebagai kanalisasi positif kelompok waria yang selama ini sangat rentan dan terdiskriminasi secara sistematis.
Padahal, Maman menilai inisiatif yang dilakukan Pondok Pesantren Al-Fattah Banguntapan seharusnya dikembangkan untuk mewujudkan Islam yang Rahmatan lil alamin.
Negara Harus Hadir
Sementara itu, Eva Kusuma Sundari–anggota Kaukus Pancasila DPR–mengatakan mengacu pada sila kedua Pancasila, ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’, dan sila ketiga Pancasila, ‘Persatuan Indonesia’, semua warga negara sama kedudukannya di mata hukum dan konstitusi, terlepas dari latar belakang suku, agama, maupun orientasi seksualnya
“Negara tidak bisa membiarkan tindakan kekerasan di luar hukum yang bermaksud memaksakan keyakinannya dan menciptakan diskriminasi terhadap warga negara lainnya,” katanya.
Eva mengatakan, negara harus memastikan seluruh tindakan warga negaranya didasarkan dan tidak bertentangan dengan konstitusi, bukan atas dasar yang lainnya, termasuk yang menggunakan justifikasi agama. Dalam prinsip demokrasi, mayoritas semestinya melindungi minoritas, bukan justru menghina, melecehkan atau mengucilkan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...