Teroris di Paris Pernah Dideportasi dari Turki
PARIS, SATUHARAPAN.COM – Dalang serangan teroris di Paris, Abdelhamid Abaaoud, diduga pernah diperiksa polisi Jerman di bandar udara Cologne-Bonn pada awal tahun 2014 sebelum naik pesawat menuju ke Istanbul, Turki. Sementara pelaku lain pernah dideportasi dari Turki.
Abdelhamid Abaaoud, warga Belgia berusia 28 tahun, tewas dalam serangan polisi di ibu kota Prancis pada Rabu (18/11). Menurut majalah Jerman, Spiegel, pada laporan hari Kamis (19/11), Abaooud pernah mengatakan kepada polisi Jerman pada 20 Januari 2014 bahwa dia ingin mengunjungi keluarga dan teman di kota Turki dan akan kembali ke Eropa. Namun Kementerian Dalam Negeri Jerman tidak memberi komentar.
Abaaoud juga diketahui membual dalam pada sebuah majalah online berbahasa Inggris yang diterbitkan oleh Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) tentang mudahnya dia bergerak antara Suriah dan Belgia, dan wilayah lain Eropa.
Kementerian Dalam Negeri Austria, seperti dikutip Reuters, mengatakan bahwa klaim pada laporan Spiegel 19 November bahwa Abaaoud telah menyeberang dari Jerman ke Austria pada 9 September 2015 sebagai tidak benar.
Seorang juru bicara kementerian itu mengatakan bahwa pria yang menyeberangi perbatasan bersama dua tersangka militan lainnya adalah Salah Abdeslam, tersangka utama dalam serangan Paris yang masih buron.
Abdelhamid Abaaoud, perancang serangan teroris di Paris, tewas dalam serangan polisi pada hari Rabu (18/11) di Saint Denis, Paris. (foto: dok. satuharapan /Twitter)
BACA JUGA:
- Siapa Teroris Abaaoud Menurut Teman dan Keluarga
- Ibu Pelaku Bom Bunuh Diri Prancis: Mungkin Dia Stres
- Siapakah Salah Abdeslam
Dideportasi Turki
Sementara itu, disebutkan bahwa Turki pernah mendeportasi pelaku serangan Paris, Brahim Abdeslam, ketika berusaha bergabung dengan NIIS dengan menyeberangi perbatasan Turki menuju Suriah, seperti dilaporkan sejumlah media Amerika Serikat.
Dua bersaudara pelaku serangan mematikan pada Jumat (13/11) di Paris, Salah dan Brahim Abdeslam, dilaporkan pernah ditanyai pihak berwenang Belgia setelah dia dideportasi dari Turki atas kecurigaan akan bergabung dengan NIIS.
Menurut laporan itu, pihak berwenang Turki mendeportasi Brahim, pria berumur 31 tahun. Dia melakukan aksi meledakkan diri di luar kafe Comptoir Voltaire, pada awal 2015.
Berbicara kepada situs berita Eropa, Politico, juru bicara kantor jaksa federal Belgia, Eric Van Der Sypt, mengatakan bahwa saudaranya tidak ditahan, karena mereka "tidak menunjukkan tanda-tanda kemungkinan ancaman."
"Dia (Brahim Abdeslam) diinterogasi ketika kembali (setelah dideportasi dari Turki), dan juga saudaranya (Salah Abdeslam)," kata Van Der Sypt.
Namun, katanya di tidak bisa ditahan, karena "kita tidak memiliki bukti bahwa dia mengambil bagian dalam kegiatan kelompok teroris," tambahnya.
Sementara itu, sumber dari kejaksaan, kepada kepada harian Turki, Hurriyet, mengatakan bahwa selama interogasi, Brahim membantah dia ingin bergabung dengan NIIS.
"Saya tidak punya niat untuk pergi ke Suriah, saya hanya ingin pergi ke Istanbul," katanya tentang pernyataan Brahim.
Meskipun Van Der Sypt mengakui otoritas Belgia tahu bahwa saudaranya yang radikal dan mampu bergabung dengan NIIS, namun peringatannya pada pihak berwenang Prancis mungkin tidak akan membuat perbedaan.
"Bahkan jika kita telah mengisyaratkan mereka ke Prancis, saya ragu bahwa kami bisa menghentikan mereka," katanya.
Perburuan terus dilakukan terhadap Salah Abdeslam yang menyewa mobil dari Belgia dan melaju hingga cafe Bataclan, Paris, pada Jumat (13/11) dan melancarkan serangan yang menewaskan 89 orang.
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...