Tiongkok Nyatakan Perang Melawan George Soros
TOKYO, SATUHARAPAN.COM - Pertempuran sengit telah pecah antara Presiden Tiongkok, Xi Jinping, dengan investor dan miliarder global George Soros. Perang antara keduanya berkaitan dengan masa depan perekonomian Tiongkok, ekonomi nomor dua terbesar di dunia setelah AS.
Ini sebetulnya mengejutkan. Dahulu, Soros selalu berkata baik tentang negara Tirai Bambu ini. Namun, tiba-tiba Soros berubah sikap dan memberi gambaran buram tentang ekonomi negara berpenduduk terbesar dunia itu, dan melemparkan tantangan terhadap Xi Jinping.
Pemimpin Tiongkok berusia 62 tahun itu tak mau kalah. Ia segera menanggapi serangan Soros, 85 tahun, dengan melancarkan serangkaian pukulan balik melalui media pemerintah.
Katsuji Nakazawa, wartawan Nikkei Asian Review, menurunkan laporan yang cukup panjang tentang perang kedua tokoh ini di media tempatnya bekerja pada 6 Februari lalu.
Menurut wartawan pemenang penghargaan prestisius Vaughn-Ueda atas karya-karya jurnalisme internasional itu, pertempuran Xi dan Soros mulai terungkap pada 21 Januari Ketika itu Xi mengunjungi Mesir, sebagai bagian dari tur Timur Tengah-Nya. Pada saat yang sama, Soros sedang berada di Davos, Swiss, menghadiri pertemuan World Economic Forum.
Melalui sebuah wawancara televisi di pertemuan tahunan itu, Soros mengatakan bahwa ekonomi Tiongkok sedang merosot menuju pendaratan keras (hard landing).
"Sebuah pendaratan keras praktis tidak dapat dihindari, kata dia.
Pernyataan Soros segera mengirimkan gelombang kejutan melalui pasar keuangan global, karena pelaku pasar menilai pernyataan itu sebagai tanda yang jelas bahwa Soros sudah mengambil posisi yang sesuai dengan skenario hard-landing.
Bukan rahasia lagi bahwa dengan perlambatan ekonomi Tiongkok, pemerintah Xi sedang berusaha untuk mencapai soft landing pada jalur pertumbuhan yang stabil.
Sementara itu, selama tur di tiga negara Timur Tengah, yang juga membawa Xi bertemu dengan Raja Arab Saudi dan Presiden Iran, Xi berjanji untuk menawarkan total US$ 55 miliar investasi dan pinjaman ke wilayah tersebut.
Tujuan sebenarnya dari kunjungan Xi ke Timur Tengah adalah untuk menunjukkan kehadiran Tiongkok di kawasan itu sebagai penyeimbang, menggantikan AS, yang telah memperlihatkan pengaruh yang terkikis.
Xi seharusnya menjadi pusat perhatian dunia lewat kunjungannya itu. Namun apa daya, pernyataan Soros telah memalingkan perhatian dunia dari Xi.
Akibatnya para pelaku pasar memperhatikan lebih dekat lagi gejolak di pasar keuangan global yang berpusat di sekitar melemahnya yuan dan kemerosotan saham Tiongkok. Dan mereka mengabaikan perjalanan Xi di Timur Tengah.
Kemarahan Tiongkok
Setelah pernyataan Soros, harga saham di bursa Shanghai anjlok 22 persen, hanya pada bulan Januari saja. Jika gejolak ekonomi Tiongkok menyeret nilai yuan lebih jatuh lagi, maka bukan hanya inisiatif diplomatik Xi di Timur Tengah yang gagal, tetapi kehadiran "zona baru Jalur Sutra" Tiongkok juga mengalami nasib serupa.
Sikap Soros yang berubah setelah tiga tahun yang bersahabat, tak ayal mendatangkan kemarahan di pihak Tiongkok. Selama ini Soros banyak dipuji dan dikagumi di negeri itu. Buku-buku tentangnya laris manis. Ia juga diundang sebagai pembicara pada pertemuan bisnis di Tiongkok pada 2013.
Kini pemeritah Tiongkok mulai melakukan perhitungan. Katsuji Nakazawa dalam laporannya menggambarkan berbagai upaya pemerintah Tiongkok untuk meredam pengaruh Soros.
Melalui media pemerintah, Tiongkok menuduh Soros mendeklarasikan perang terhadap yuan dan melakukan serangan terhadap investor usia lanjut di Tiongkok.
Pada pagi hari 23 Januari, Xinhua News Agency memuat sebuah artikel berbahasa Inggris yang mengeluarkan peringatan keras terhadap apa yang mereka sebut sebagai lembaga dana internasional yang akan menjatuhkan yuan dan menyerang pasar modal di Tiongkok dan Hong Kong.
Xinhua juga memuat artikel dalam bahasa Tiongkok pada hari berikutnya yang mengingatkan kewaspadaan terhadap serangan pada yuan.
Setelah Xi kembali ke Beijing pada 24 Januari dari tur Timur Tengah-Nya, Tiongkok lebih meningkatkan lagi retorika antiSoros.
"Perang Soros 'pada yuan dan dolar Hong Kong tidak mungkin berhasil - tentang hal ini tidak ada keraguan," demikian sebuah artikel di halaman depan edisi luar negeri Harian Rakyat, corong Partai Komunis Tiongkok.
Harian Rakyat edisi dalam negeri juga memuat artikel antiSoros pada 28 Januari yang mengklaim bahwa ekonomi Tiongkok tetap teguh dan tidak akan mengalami hard landing.
"Kampanye media anti-Soros ini tidak mungkin tanpa instruksi dan persetujuan dari pemimpin Tiongkok," kata salah satu sumber media di Tiongkok.
"Presiden Xi menderita kehilangan muka di Timur Tengah karena pernyataan Soros. ' Kepemimpinan Tiongkok tidak bisa mentolerir hal itu," tambah sumber itu.
Singkatnya, kemarahan Xi memicu gelombang serangan sengit terhadap Soros oleh berbagai media pemerintah Tiongkok. Soros kini telah menjadi musuh dari Partai Komunis Tiongkok.
Berat Melawan Soros
Apakah Tiongkok akan berhasil mematahkan serangan Soros?
Xi Jinping selama ini dikenal sebagai seorang pemimpin antikorupsi di Tiongkok. Namun ia juga kerap menggunakan senjata ekonomi dalam menekan negara yang mencoba melawan kebijakannya.
Salah satunya adalah dengan Inggris. Ketika PM Inggris David Cameron bertemu dengan Dalai Lama pada 2012, Tiongkok bereaksi. Bagi mereka Dalai Lama adalah pemimpin separatis yang berbahaya. Maka pemerintah Tiongkok menekan Inggris dengan mengurangi kontak bisnis regional dengan negara itu. Akhirnya, Cameron mengubah posisinya dan tunduk pada tekanan Tiongkok. Sekarang, ia bahkan menempatkan hubungan ekonomi dengan Tiongkok sebagai yang utama.
Pada bulan Maret 2015, misalnya, Inggris menjadi negara besar Eropa pertama yang menyatakan partisipasi dalam Bank Infrastruktur Asia yang dipimpin Tiongkok. Lebih jauh, hubungan antara Inggris dan Tiongkok semakin hangat.
Apakah taktik menekan Inggris ini akan dapat berlaku ketika melawan Soros?
Katsuji meragukannya. Soros yang merupakan investor global yang tidak terikat pada negara, tulis dia, bahkan memiliki rekam jejak memenangkan pertempuran terhadap Bank of England, Bank Sentral Inggris.
Ketika pasar saham Tiongkok jatuh ke dalam kekacauan musim panas lalu, pemimpinan Tiongkok mengerahkan para pejabat keamanan senior dan kepolisian yang dekat dengan Xi untuk campur tangan di pasar, meluncurkan tindakan keras ketat pada short-selling saham.
Dalam kasus Soros, Xinhua News Agency juga memperingatkan "konsekuensi hukum yang berat" terhadap apa yang disebut "setan" short selling tetapi itu sia-sia belaka karena tidak mungkin bagi Tiongkok untuk menangkap Soros luar negeri.
Parahnya, para pemimpin Tiongkok kini juga mulai mencurigai bahwa Soros, pemerintah AS dan perusahaan AS mulai melakukan tekanan pada ekonomi Tiongkok secara terpadu.
Di satu sisi, Tiongkok ingin membangun "zona ekonomi jalur sutera baru" untuk menjadi penyeimbang Trans-Pacific Partnership (TPP) perjanjian perdagangan bebas yang dipimpin AS antara 12 negara Pacific Rim. Namun pada saat yang sama, Tiongkok khawatir AS akan mencoba menggagalkan zona ekonomi Jalur Sutera itu yang sedang mereka canangkan.
Tiongkok juga mencurigai AS dengan sejumlah negara lain tengah merancang evolusi damai, yaitu cara halus untuk menjatuhkan rezim Komunis Tiongkok dan Soros merupakan boneka imperialisme itu.
Sampai dimana akhir dari deklarasi perang antara Tiongkok dengan Soros, masih menjadi pertanyaan.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...