TNI AD : 154 Simpatisan OPM Kembali ke Pangkuan RI
SINAK, PAPUA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 154 orang simpatisan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Sinak-Yambi yang dipimpin oleh Utaringgen Telenggen meminta jaminan keamanan dari aparat TNI dan Polri terkait penyerahan diri dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Siaran pers TNI Angkatan Darat mengatakan penyerahan diri ini terjadi setelah pendekatan humanis dan menyentuh yang dilakukan oleh Danramil 1714-14/Sinak, Lettu Inf. Yusuf Rumi.
Sebuah foto yang disiarkan TNI AD menggambarkan penyerahan diri simpatisan OPM kepada TNI (Foto: TNI AD)
Penyerahan diri terjadi pada hari Rabu tanggal 15 Maret 2017 pukul 14.30 WIT di Makoramil 1714-04/Sinak. Saat itu Utaringgen Telenggen dan kawan-kawan didampingi oleh Pendeta Zakarias Tabuni.
Pada saat yang sama, di Kampung Sinak, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak diresmikan kantor Kas BPD Papua oleh Bupati Kabupaten Puncak Jaya Willem Wandik yang dihadiri oleh Asisten I, Asisten III, anggota DPRD Daerah pemilihan Sinak dan para SKPD Kabupaten Puncak bersama tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama.
"Pada kesempatan acara peresmian Kantor Kas BPD Papua tersebut, Utaringgen Telenggen dan kawan-kawan, berkesempatan menghadap Bupati Puncak dan menyampaikan aspirasi dari 154 anggota simpatisan KKB tersebut," demikian laporan laman resmi TNI AD.
Aspirasi yang disampaikan meliput keinginan turun gunung dan kembali ke pangkuan NKRI, meminta jaminan keamanan dari pihak TNI/Polri dan dibangunkan rumah honai yang layak dan sehat oleh Pemkab Puncak Jaya.
Pada kesempatan itu juga, Bupati Kabupaten Puncak menyerahkan satu helai bendera Merah Putih kepada Utaringgen Telenggen dan kepada 154 orang simpatisan KKB sebagai simbol telah kembalinya kelompok KKB wilayah Sinak-Yambi ke Pangkuan NKRI.
Selanjutnya pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 10.30 WIT Bupati Kabupaten Puncak Jaya dan rombongan kembali ke Ilaga Kabupaten Puncak Jaya.
Laman resmi TNI AD mengatakan sebagai mantan simpatisan Gerakan Separatis Pengacau Bersenjata (GSPB) Wilayah Yambi-Sinak, mereka merasa kecewa dan menyatakan kembali ke pangkuan NKRI karena selama menjadi pengikut kelompok GSPB pimpinan Lekagak Telenggen dan Gombanik Telenggen tidak mendapatkan apa-apa.
Utaringgen Telenggen dan 154 org mantan simpatisan GSPB lainnya meminta jaminan keamanan kepada aparat keamanan TNI/Polri dikarenakan merasa terancam oleh kelompok GSPB pimpinan Lekagak Telenggen dan Gombanik Telenggen dan meminta bantuan dibangunkan rumah honai sehat kepada pihak Pemerintah Kabupaten Puncak.
Utaringgen Telenggen dan 154 orang mantan simpatisan GSPB lainnya rata-rata berasal dari Kampung Weni dan Kampung Rumagi Distrik Mageabume, Kabupaten Puncak Jaya yang merupakan daerah perbatasan dengan Distrik Yambi Kabupaten Puncak Jaya.
Bukan OPM?
Laman resmi TNI AD dalam judul berita menyiratkan bahwa mereka ini adalah anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). Namun, Pdt Socratez Sofyan Yoman, Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis, Papua, meragukan bahwa mereka adalah anggota OPM.
Menurut dia, mereka bukan OPM melainkan rakyat biasa yang diperlihatkan seolah-olah anggota kelompok separatis. Ia bahkan menengarai, ini adalah rekayasa oleh pejabat setempat dengan motif politik.
"Ini cara-cara yang tidak elegan dan tidak manusiawi. Perilaku para pejaat Papua ini tidak dibenarkan. Kalau kita lihat dan ikuti perjuangan dan perkembangan masalah Papua, sudah berada di tingkat PBB. Seperti tujuh negar Pasifik yang konsisten mempersoalkan masalah Papua di forum resmi PBB. Jadi perlu diketahui dan ditegaskan bahwa penyerahan rakyat biasa yang diperlihatkan seolah-olah OPM itu bukan jalan penyelesaian masalah Papua," kata Socratez lewat pesan singkat yang dikirimkan kepada satuharapan.com dan sejumlah media.
Menurut dia, rekayasa penyerahan anggota OPM tidak akan menyelesaikan akar persoalan Papua. Solusi yang tepat dan benar, menurut dia, adalah pemerintah RI duduk setara dengan ULMWP karena UMPW adalah payung politik resmi yang didukung penuh rakyat Papua dan diakui komunitas internasional.
"Sudah waktunya dihentikan cara-cara usang dan rekayasa politik murahan yang korbankan rakyat kecil dengan stigma OPM. Para pejabat Papua berhenti sandiwara yang korbankan rakyat Papua."
Menurut dia ada empat akar persoalan Papua yang harus diselesaikan.
Pertama, status politik Papua atau sejarah pengintegrasian Papua ke dalam Indonesia yang dinilai Papua belum final karena penggabungan dengan moncong senjata dan cara tidak demoraktis.
Kedua, Pelanggaran HAM berat negara selama ini belum ada penyelesaian yang adil sehingga menyebabkan pemusnahan etnis
Ketiga, kegagalan pembangunan selama 50 tahun terakhir.
Keempat, peminggiran orang asli Papua dari tanah leluhur mereka.
Editor : Eben E. Siadari
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...