Topan Mahasen: Warga Rohingya Tolak Mengungsi
BANGLADESH, SATUHARAPAN - Para etnis Rohingya masih enggan bergerak ke pengungsian meski mengetahui bahwa topan Mahasen yang bergerak melalui Samudera Hindia masih dapat membahayakan jiwa mereka. Topan Mahasen, seperti dikatakan Perserikatan Bangsa-bangsa pada Rabu (15/5) kemarin membahayakan lebih dari delapan juta jiwa penduduk yang ada di bagian pesisir India, Bangladesh dan Myanmar.
Berdasarkan analisa ini, maka tindakan evakuasi di Myanmar, Bangladesh dan India harus diperluas dan mereka harus cepat dieksekusi. Banyak perhatian tertuju pada daerah Myanmar Barat, negara bagian Rakhine, yang terletak di daerah lepas pantai, karena dikhawatirkan topan akan menenggelamkan daerah dataran rendah ini.
Sekitar 140 ribu orang, yang sebagian besar adalah etnis Rohingya telah diungsikan. Mereka tinggal di tenda-tenda sempit dan tempat penampungan sementara di negara bagian Rakhine sejak tahun 2012 lalu karena dua konflik kekerasan sektarian yang terjadi antara minoritas Muslim Rohingya dan Buddha Rakhine.
Evakuasi besar-besaran untuk membersihkan kamp dataran rendah Rakhine sebelum terjangan topan telah mengalami halangan yang berpotensi mematikan: banyak Muslim Rohingya yang tinggal di kamp-kamp telah menolak untuk meninggalkan tempat pengungsian karena curiga kepada otoritas Burma.
Di dalam kamp, ââpengemudi becak U Kyaung Wa mengatakan orang-orang sudah lelah diperintah sekitar oleh otoritas Myanmar. "Sekarang mereka mengatakan bahwa kami harus pindah karena badai. Tetapi kami tetap menolak pergi. Jika mereka menodongkan senjata ke kami, baru kami akan bergerak," tuturnya.
Pemerintah Myanmar merencanakan merelokasi 38 ribu orang di negara bagian Rakhine pada hari Selasa (14/5) lalu tetapi pejabat PBB mengatakan tidak jelas berapa orang yang telah dipindahkan. Para pemimpin Muslim di negara itu telah meminta orang-orang untuk bekerja sama dengan evakuasi pemerintah.
Masalah ini diperumit oleh meluasnya sentimen anti-Muslim di Rakhine. Ketegangan Muslim dan Budhis masih tinggi terutama di negara bagian Rakhine, setelah setahun kerusuhan pada 2012 lalu. Kekerasan sebagian besar telah membelah negara bagian Rakhine secara garis agama, tokoh-tokoh Buddha terkemuka termasuk biksu mendesak orang-orang untuk memboikot bisnis Muslim.
Tindakan evakuasi juga telah dilakukan oleh Badan-Badan Donor dan Hak Internasional. Brad Adams, Direktur Human Rights Watch untuk Regional Asia mengatakan jika pemerintah gagal mengevakuasi penduduk, maka mereka harus siap dengan kekuatan alam.
Ahli cuaca memperingatkan, topan dapat bergeser dan berubah dalam intensitas sebelum menghantam tanah. Pada 2008 lalu, area delta di Burma Selatan telah hancur akibat dihantam topan Nargis yang menyapu seluruh desa pertanian dan menewaskan lebih dari 130 ribu orang.
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...