Toronto Tuan Rumah Program Penelitian Genosida Armenia
TORONTO KANADA, SATUHARAPAN.COM – Kekaisaran Ottoman Turki selama dan setelah Perang Dunia I pada tahun 1915-1923 melakukan genosida atas orang Armenia. Hal ini ditandai dengan pembantaian dan pembuangan paksa yang dirancang dengan sengaja dan sistematis sehinga menyebabkan kematian. Sekitar 1,5 juta orang Armenia mati dalam peristiwa ini. Seperti dilansir dari situs Pan Armenian hari Selasa (3/9).
Isu tentang Armenia, genosida, dan diaspora, menjadi kajian lembaga nirlaba Institut Zoryan dan anak cabangnya, Institut Internasional untuk Genosida dan Penelitian Hak Asasi Manusia di Toronto, Kanada. Lembaga ini merupakan pusat internasional pertama yang mengabdi kepada penelitian dan dokumentasi isu-isu kontemporer dengan fokus isu Armenia, genosida,dan diaspora.
Pada tahun ini, 22 mahasiswa dari sepuluh negara bertemu untuk belajar dengan sepuluh ilmuwan genosida ternama. Mahasiswa berasal dari latar belakang negara dengan sejarah pelanggaran berat hak asasi manusia dan genosida yang menjadi bagian dari pengalaman nasional maupun pribadi, seperti Kurdi, Nigeria, Pakistan, Armenia, dan Yahudi .
“Sungguh luar biasa menyaksikan keturunan pelaku dan kelompok korban dalam genosida Armenia. Mahasiswa Armenia, Kurdi, dan berlatar belakang Turki menemukan kepentingan bersama satu sama lain, dan dalam lingkungan program akademis, dan berdasarkan fakta sejarah mengeksplorasi isu-isu stereotip, ingatan, penyangkalan, dan rekonsiliasi bersama-sama, melihat satu sama lain melalui prisma kemanusiaan," kata sebuah pernyataan dari Institut Zoryan.
Program unik yang diselenggarakan Institut Zoryan berjudul "Genosida dan Program Universitas Hak Asasi Manusia" dibentuk pada musim panas tahun 2001. Program ini dibentuk karena menyadari adanya kesenjangan signifikan dalam kurikulum universitas mengenai genosida. Program tahunan pada tahun 2013 ini sudah yang menginjak tahun kedua belas. Program ini menarik minat mahasiswa dari Armenia, Australia, Kanada, Inggris, Perancis, Jepang, dan Amerika Serikat.
Direktur Program Profesor Joyce Apsel dari Universitas New York mencatat, "Dari beberapa mahasiswa itu para guru berkomentar betapa mahasiswa belajar dengan menyaksikan pengajaran dari instruktur yang berbeda, serta dari materi kuliah. Mahasiswa lain berkonsultasi dengan saya dan dengan instruktur lainnya tentang petunjuk dan sekolah untuk mengejar pendidikan pasca sarjana. Mereka terbukti menjadi kelompok mahasiwa luar biasa, dan menjadi sebuah kehormatan mempunyai waktu dua minggu untuk itu dan di luar kelas bertukar gagasan dan minat."
Sampai dengan hari ini Turki menyangkal fakta genosida Armenia dan membenarkan kekejaman itu untuk melindungi orang Armenia. Hanya beberapa intelektual Turki , termasuk pemenang Nobel Orhan Pamuk dan ilmuwanTaner Akcam yang berbicara blak-blakan tentang perlunya untuk mengenali kejahatan terhadap kemanusiaan.
Fakta genosida Armenia yang dilakukan Turki diakui oleh Uruguay, Rusia, Perancis, Lithuania, Italia, mayoritas negara bagian Amerika Serikat, parlemen Yunani, Siprus, Argentina, Belgia, Wales, Dewan Nasional Swiss, Kanada , Polandia, Vatikan, Parlemen Eropa, dan Dewan Gereja Dunia.
Editor : Sabar Subekti
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...