Trump Marah dan Tutup Telepon Saat Bicara dengan PM Turnbull
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Presiden Amerika Serikat, Donald John Trump, dilaporkan marah dan berdebat dalam percakapan melalui telepon dengan Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbul, terkait kesepakatan pengungsi yang telah disetujui oleh presiden AS sebelumnya, Barack Obama.
Menurut sumber CNN, Trump mengatakan keberatan atas kesepakatan itu, dalam percakapan telepon yang berlangsung pada hari Sabtu (28/1). Trump dilaporkan tiba-tiba menutup percakapan telepon karena tidak senang.
Selama ini Australia dikenal sebagai sekutu dekat AS. Kedua negara bergabung dengan tiga negara berbahasa Inggris lainnya dalam pengaturan pembagian intelijen yang dikenal sebagai "Five Eyes."
Ketika menjabat sebagai presiden AS, Obama telah menyetujui menerima pengungsi dari Australia yang tinggal di pulau-pulau tempat penampungan pengungsi. Banyak dari mereka berasal dari tujuh negara yang terkena larangan imigrasi Trump, yang ia umumkan pada hari Jumat lalu. Dalam perintah eksekutifnya, Trump menangguhkan masuknya semua pengungsi selama 120 hari, bersama dengan penangguhan tanpa batas masuknya pengungsi Suriah.
Sumber CNN mengatakan Trump bersikeras bahwa kesepakatan itu sangat buruk. Ia mengatakan AS sangat dirugikan karena harus menerima 2.000 pengungsi dari Australia. Trump mengatakan salah satu dari mereka akan menjadi pelaku bom Boston berikutnya.
Dalam percakapan itu, Turnbull beberapa kali mengoreksi Trump dengan mengatakan bahwa kesepakatan dengan AS adalah menyangkut 1.250 pengungsi, bukan 2.000. Dia juga mengatakan bahwa Australia diminta untuk menyerahkan mereka ke AS untuk menjalani skrining pengungsi. Jika para pengungsi tidak lulus proses penyaringan AS, mereka tidak akan datang.
Trump tiba-tiba mengakhiri percakapan telepon karena ia tidak senang, sebuah sumber mengatakan kepada CNN.
Pada hari Kamis malam, Trump menulis lewat akun Twitter, "Apakah Anda percaya itu? Pemerintahan Obama setuju untuk menerima ribuan imigran ilegal dari Australia. Mengapa? Saya akan mempelajari kesepakatan bodoh ini!"
Namun, dalam sebuah wawancara radio Turnbull membantah adanya pertengkaran dan mengatakan bahwa percakapan telepon berakhir dengan "sopan."
Ketika ditanya tentang tweet Trump yang menyebut perjanjian itu sesuatu yang bodoh, Turnbull mengatakan pemerintahan kedua negara menghormati kesepakatan tersebut walaupun mungkin tidak seperti yang diinginkan oleh Trump.
Awal pekan ini Juru Bicara Gedung Putih, Sean Spicer mengatakan pemerintahan Trump akan menghormati perjanjian tersebut, mengatakan para pengungsi akan menjalani "pemeriksaan ekstrim."
Turnbull juga mengatakan kepada wartawan hari Kamis bahwa Trump meyakinkannya bahwa AS akan menerima pengungsi tersebut.
"Dengar, saya tidak akan mengomentari percakapan antara saya dan Presiden Amerika Serikat selain apa yang telah kami katakan secara terbuka, dan Anda pasti bisa memahami alasan untuk itu," kata Turnbull.
Editor : Eben E. Siadari
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...