Tunda Pelantikan BG, Cara Jokowi Ajari DPR
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat komunikasi politik dari Universitas Bengkulu Lely Arrianie Napitupulu melihat langkah Presiden Joko Widodo menunda pelantikan Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) seperti ingin mengajari anggota DPR cara memilih pemimpin bersih dan jauh dari kasus korupsi.
“Langkah Presiden Jokowi menunda pelantikan Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri, dengan mengangkat Komjen Polisi Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kapolri seakan mengajari anggota DPR di Gedung Senayan sana cara memilih pemimpin bersih,” kata Lely kepada satuharapan.com, di Jakarta, Jumat (16/1).
Dia menjelaskan, pada awal pencalonan Kapolri, Jokowi hanya memberi satu nama pada DPR, yakni Budi Gunawan. Harapannya, agar tidak terjadi persaingan antarcalon yang dapat merusak tubuh Polri. “Namun, fenomena berubah, kala KPK mengumumkan nama Budi Gunawan sebagai tersangka atas kasus suap,” ujar Lely.
“Anehnya, DPR justru melanjutkan proses pemilihan calon Kapolri tersebut, dengan menyelenggarakan fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan,” salah satu staf pengajar di Universitas Bengkulu tersebut menambahkan.
Padahal, kata dia, bila dilihat dari status tersangka Budi Gunawan, ada dua hal yang bisa dilakukan DPR, yakni mengatakan Budi Gunawan patut tapi tidak layak atau layak tapi tidak patut. “Namun hal tersebut tidak dilakukan DPR, malah mereka meloloskan dan menyatakan Budi Gunawan layak dan patut jadi Kapolri,” tutur dia.
Berangkat dari hal tersebut, Lely yakin, seandainya nama Budi Gunawan adalah tersangka korupsi yang ditetapkan oleh Kejaksaan Agung atau Polri, bukan KPK, maka DPR akan langsung menolak dan menghentikan proses seleksi calon Kapolri. Sebab ada relasi tidak baik antara DPR dengan KPK.
“Sehingga DPR menggunakan momen ini untuk menafikan KPK lewat keputusan Jokowi mengusulkan nama seorang tersangka, sekaligus menjadikan Jokowi sebagai kambing hitamnya,” kata dia.
“Apakah itu cermin wakil rakyat? Bukankah mayoritas masyarakat Indonesia tidak ingin punya pejabat bermasalah atau potensial cacat hukum dan moral?” Lely menambahkan.
Jadi, dia berkesimpulan, penundaan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri adalah kecerdasan Jokowi yang mengandung muatan politik. “Kemarin, Jokowi seperti dilemparkan bola panas dan liar oleh DPR, tapi kini itu bisa dianulir,” tutur sosok yang merupakan Ketua Program Pascasarjana Universitas Jayabaya itu.
“Sebab, seandainya Jokowi memaksakan diri untuk melantik Budi Gunawan maka makna revolusi mental yang kerap dikumandangkan menjadi kosong, dan Jokowi merendahkan posisi KPK,” Lely menambahkan.
Bukan Karena Mega
Salah satu staf pengajar di Universitas Bengkulu itu juga menegaskan kecurigaan publik akan langkah Jokowi menunda pelantikan dimotori Megawati Soekarnoputri—Ketua Umum PDI Perjuangan—salah besar. Menurut dia hal tersebut hanyalah sindiran yang diungkapkan para pengkritik Jokowi dalam setiap kebijakan yang diambil Presiden RI ketujuh tersebut.
“Saya yakin, keputusan Jokowi menunda pelantikan Budi Gunawan pasti sudah dikonsultasikan lebih dulu dengan Bu Mega, tapi bukan karena dia presiden boneka,” tutur Lely.
“Melainkan karena Pak Jokowi menghormati Bu Mega sebagai ketua umum partai tempatnya bernaung, sekaligus sosok lebih tua,” dia menambahkan.
Lely kembali menegaskan, langkah Jokowi menunda pelantikan Budi Gunawan lebih terarah pada DPR, KPK, serta konsistensi politik Jokowi atas upaya revolusi mental yang digagasnya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...