Turki Adili Akademisi dan Jurnalis Kritis
Surat Kabar Terbesar, Zaman, Diambil Alih Pemerintah. Jurnalisme di Turki Sedang Koma, Kata Seorang Tokoh.
ISTANBUL, SATUHARPAN.COM – Empat akademisi Turki akan diadili di Istanbul dengan tuduhan menyebarkan "propaganda teroris" dan menandatangani deklarasi mengecam konflik dengan pemberontak Kurdi.
Dalam sidang terpisah hari Jumat (22/4) juga mengadili dua wartawan oposisi terkemuka yang dituduh menjadi spionase dan membantu organisasi teroris dengan laporan mereka tentang dugaan orang pemerintah menyelundupkan senjata ke Suriah.
Keempat akademisi itu adalah bagian kelompok lebih dari 1.000 sarjana yang pada bulan Januari menandatangani deklarasi kritis menganai operasi militer pemerintah terhadap pemberontak Kurdi. Deklarasi tersebut membuat marah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan menyebabkan beberapa dari mereka ditahan.
Keempatnya ditangkap bulan lalu setelah konferensi pers menyusul deklarasi tersebut. Dua wartawan yang diadili adalah Can Dundar, Pemimpin Redaksi harian Cumhuriyet, dan Erdem Gul, Kepala biro Ankara. Keduanya diancam hukuman penjara seumur hidup jika terbukti bersalah.
BACA JUGA: |
Jurnalisme Sedang Koma di Turki
Warga Turki tidak bisa mengakses berita yang objektif, karena jurnalisme ditindas dan dikendalikan oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan, kata Dr. Y Alp Aslandogan, Presiden Aliansi untuk Nilai-nilai Bersama dan Anggota Dewan Gulen Institute, kepada media Rusia, Russia Today.
Pihak berwenang Turki baru-baru ini juga mengambil sejumlah langkah menekan kebebasan pers, dengan mengambil alih surat kabar terbesar Turki, Zaman.
"Singkatnya, jurnalisme sedang koma di Turki. Administrasi Erdogan tidak mentolerir kritik sama sekali. Tidak mungkin untuk melakukan jurnalisme yang sesungguhnya di Turki sekarang," kata Aslandogan.
Pemerintah Turki mengambil alih ‘’Zaman’’ pada bulan Maret dan menunjuk wali baru untuk Kelompok Media Feza, sebagai pengelola media itu. Polisi juga menggerebek kantor ‘’ Zaman’’ untuk mengeksekusi keputusan pengadilan Turki menyatakan bahwa media itu harus dibawa di bawah otoritas pemerintah. Pemimpin redaksi ‘’Zaman’’, Abdulhamit Bilici, kemudian dipecat.
Reporters Without Borders baru-baru ini menempatkan Turki pada peringkat 151 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers tahun 2016. Dan sebelumnya menyebutkan Turki sebagai negara yang menjadi "penjara terbesar bagi jurnalis di dunia."
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...