UGM Buka Dialog Kebangsaan Bertema Revolusi Mental
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dialog Kebangsaan bertemakan "Revolusi Mental Memajukan Ekonomi Rakyat", diadakan oleh Universitas Gadjah mada (UGM), pada hari Sabtu (5/12), di Grha Sabha Pramana (GSP).
Kesenjangan ekonomi menjadi permasalahan besar yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Tingkat kemiskinan masih relatif tinggi, sementara kondisi angkatan kerja saat ini yang didominasi lulusan SMP tidak memungkinkan peningkatan produktivitas. Karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi salah satu agenda penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Hal inilah yang menjadi salah satu landasan bagi pemerintah dalam menyusun agenda prioritas yang dikenal dengan istilah Nawacita.
Menurut Deputi Koordinasi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Sartono, terdapat dua poin dalam Nawacita yang relevan terhadap permasalahan tersebut. Kedua poin ini adalah Nawacita ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran, serta Nawacita kedelapan, yaitu melakukan revolusi karakter bangsa.
“Revolusi mental dilakukan saat ini bukan karena bangsa Indonesia tidak memiliki mental, tapi karena generasi muda akan menghadapi tantangan yang lebih besar di masa mendatang. Oleh karena itu, jangan sampai generasi mendatang kehilangan jati diri,” jelasnya.
Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk menciptakan orang-orang pintar, tetapi orang-orang yang juga berkepribadian baik. Para pemuda perlu memiliki tiga karakter utama, yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong.
Ia mengkritisi mahasiswa yang sekadar mengejar nilai yang baik tetapi mendapatkannya dengan cara curang.
“Hanya karena punya IPK tinggi, jangan harap kalian bisa dengan mudah mencari kerja jika kalian tidak bisa menggunakannya dengan baik. Persoalan bangsa saat ini muncul karena hilangnya integritas,” tambahnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ary Ginandjar Agustian, pendiri ESQ Leadership Centre.
Ia mengumpamakan pembangunan Indonesia saat ini layaknya tembok Cina yang dibangun dengan megah untuk menjadi tembok pertahanan yang kokoh dari serangan musuh, tetapi berhasil ditembus karena salah satu penjaganya menerima suap. Demikian juga bangsa ini, menurutnya, telah mencoba membangun tembok Cina dalam visi kebangsaan, yaitu menciptakan Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur, tetapi lemah dalam pembangunan mental.
“Indonesia punya struktur yang hebat, lima juta pegawai negeri, 34 kementerian, tapi gagal membangun integritas, moralitas, dan karakter bangsa,” ujarnya. Oleh karena itu revolusi mental menjadi aspek penting dalam pembangunan bangsa. (gadjahmada.org)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...