Ukraina Minta Komandan Militer dan Sandera di Crimea Dibebaskan
CRIMEA, SATUHARAPAN.COM - Presiden sementara Ukraina memperingatkan pemimpin Crimea yang didukung Rusia untuk melepaskan Komandan Angkatan Laut Ukraina yang ditangkap oleh para demonstran dan militer Rusia. Seruan itu dilakukan hari Rabu (19/3), tiga jam setelah pendudukan pangkalan angkatan laut Ukraina di Crimea.
Pasukan pro Rusia di Crimea menduduki dua pangkalan angkatan laut Ukraina di Crimea dan menahan komandan pangkalan untuk memperketat cengkeraman Rusia terhadap semenanjung Crimea. Moskow sejauh ini mengabaikan peringatan Barat bahwa "pencaplokan" wilayah itu tidak akan dibiarkan begitu saja.
Puluhan tentara Ukraina dengan sedih, dan menangis ketika keluar dari markas angkatan laut utama Ukraina di kota pelabuhan Sevastopol yang bersejarah di kawasan Laut Hitam, setelah diserbu oleh ratusan demonstran pro Rusia dan pasukan Rusia bertopeng.
Pimpinan kantor kejaksaan setempat juga ditahan karena dicurigai meminta unit militer Ukraina untuk menghadapi para penyerbu, kata Komandan Angkatan laut Ukraina, Sergiy Gayduk. Dia ditunjuk sebagai komandan setelah pendahulunya beralih kesetiaan mendukung pemerintah Crimea yang pro Rusia pada awal bulan.
Penangkapan Gayduk diungkapkan sebagai pukulan besar bagi pemerintah baru Ukraina yang didukung Barat. Penjabat Presiden Ukraina, Oleksandr Turchynov, dijadwalkan hadir dalam pertemuan keamanan yang didesak untuk mengeluarkan pernyataan bagi otoritas Crimea tenggang waktu sampai pukul 9:00 waktu setempat untuk melepaskan komandan dan sandera lainnya.
Dua Pangkalan MIliter Direbut
Para pejabat kementerian pertahanan Ukraina sebelumnya mengatakan bahwa pasukan Rusia kembali merebut pangkalan militer, yaitu di kota pelabuhan barat Crimea, Novoozerne, dengan menggunakan traktor untuk membuka gerbang utama.
Seorang wartawan AFP menyaksikan sekitar 50 prajurit Ukraina keluar dari pangkalan di bawah pengawasan ketat tentara Rusia, sementara milisi pro Rusia menurunkan bendera Ukraina.
Sikap Presiden Rusia, Vladimir Putin, menggabungkan Crime dalam Rusia telah menyulut kemarahan global dan sanksi Barat. Namun pada hari Selasa Putin menandatangani perjanjian penggabungan Crimea dan memperluas perbatasan Rusia untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II.
Mahkamah Konstitusi Rusia memutuskan dengan suara bulat pada hari Rabu bahwa "perjanjian itu sesuai dengan konstitusi Rusia" setelah hari Minggu referendum di Crimea menunjukkan hampir 97 persen mendukung Crimea melepaskan diri dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia. Namun negara-negara Barat dan Ukraina menolak referendum yang dinilai illegal.
Penandatanganan perjanjian yang dilakukan kurang dari sebulan setelah penggulingan Presiden Viktor Yanukovych yang pro Rusia dinilai kontroversi. Pemimpin Rusia menanggapi hal ini dengan memenangkan hak untuk menggunakan kekuatan terhadap tetangga eks Uni Soviet-nya itu. Kemudian menggunakan milisi lokal untuk merebut Crimea, kawasan berpenduduk dua juta dan markas Armada Laut Hitam Rusia.
Ketegangan Timur-Barat
Krisis keamanan di perbatasan timur Uni Eropa ini mengancam dengan terbukanya kembali jurang diplomatik dan ideologis antara Rusia dan negara-negara Barat. Hal itu telah mereda dalam beberapa dekade terakhir, setelah penuh ketegangan hingga tahun 1989, ketika Tembok Berlin diruntuhkan.
Perdana Menteri Inggris, David Cameron, mengatakan pada hari Rabu bahwa pertemuan pekan depan para pemimpin dari Kelompok Tujuh (G7) yang beranggota negara paling maju, harus membahas pengusiran permanen Rusia dari kelompok politik G8 yang lebih luas. Moskow diterima dalam kelompok G8 pada tahun 1998 sebagai hadiah untuk upaya pengembangan demokrasi di negara itu.
Sekjen PBB, Ban Kimoon, akan bertemu dengan Putin di Moskow pada hari Kamis ini sebelum mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin Ukraina di Kiev pada hari Jumat untuk mendorong penyelesaian damai krisis.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, juga memperingatkan Menteri LUar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, pada hari Selasa bahwa larangan perjalanan dan pembekuan aset yang dilakukan oleh Uni Eropa dan AS pada hari Senin sebagai "benar-benar tidak dapat diterima dan tidak akan ditinggalkan tanpa konsekuensi."
Tapi sikap keras Rusia banyak dinilai justru mendorong para pemimpin baru Ukraina menjadi makin jauh dengan tetangganya, Rusia.
Juru bicara kementerian luar negeri Ukraina, Yevgen Perebiynis, mengatakan bahwa Kiev "berhak untuk meninjau" keanggotaannya pada Commonwealth of Independent States (CIS), aliansi yang menggantikan Uni Soviet dan sekarang menjadi kelompok beranggota 11 negara yang dipimpin Rusia.
Perbatasan Timur
Ketakutan terbesar yang dihadapi para pemimpin baru Kiev dan Barat adalah bahwa Putin akan memusatkan kekuatan besar di sepanjang perbatasan Ukraina dan Rusia di tenggara negara itu di mana penduduknya berbahasa Rusia. Hal itu diokhawatirkaan akan menjadi upaya mencari pengakuan dan perlindungan, serta serangan oleh kelompok ultra nasionalis.
"Kami tidak berbicara tentang tindakan militer di wilayah timur Ukraina," kata juru bicara Putin, Dmitry Peskov, kepada BBC. "Tapi Rusia akan melakukan apa pun yang mungkin... untuk melindungi dan untuk mengulurkan tangan membantu orang Rusia yang tinggal di wilayah timur Ukraina."
Putin dinilai mencaplok Crimea dalam tindakan tanpa tembakan. Namun pertumpahan darah pertama terjadi beberapa jam kemudian ketika sekelompok pria bersenjata yang mengenakan topeng tanpa lambang militer menyerbu pangkalan militer Ukraina di kota utama Simferopol.
Kementerian pertahanan Ukraina mengatakan bahwa seorang tentaranya meninggal akibat luka pada leher dan berbagai cedera yang diderita.
Polisi Crimea yang pro Rusia mengatakan anggota milisi lokal juga meninggal. Seorang juru bicara menyatakan kedua korban ditembak oleh orang tak dikenal dari jarak dekat. Aksi kekerasan itu dipicu kementerian pertahanan Ukraina yang memberi otoritas pada tentaranya di Crimea untuk melepaskan tembakan demi membela diri.
Ukraina sebelumnya melarang pasukannya melepaskan tembakan, dan dalam beberapa kasus pasukan itu berjaga-jaga di pangkalan mereka dengan senapan kosong untuk menghindari provokasi serangan Rusia yang bersenjata lengkap. (AFP)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...