Ukraina: Rusia "Rusak" Gencatan Senjata
SOLEDAR, SATUHARAPAN.COM - Ukraina menuduh pemberontak dan Rusia menggagalkan gencatan senjata yang telah berlaku tiga hari setelah pemberontak yang bersenjata otomatis dan granat berpeluncur roket menyerbu satu kota dan terlibat pertempuran sengit dengan tentara Ukraina.
"Harapan-harapan dunia bagi perdamaian rusak," kata Valeriy Chaly, Deputi Kepala Administrasi Kepresidenen Ukraina, dalam jumpa pers di Kiev, Selasa (17/2)
"Rusia dan DNR (para pemberontak dari Republik Donetsk yang memisahkan diri) tidak menghormati perjanjian itu dengan menenggelamkan gencatan senjata yang membuat situasi makin bertambah tidak kondusif."
Pertempuran sengit berkecamuk di jalan-jalan Debaltseve, satu pusat jalan kereta api strategis antara Donetsk dan Lugansk, kota-kota utama yang dikuasai pemberontak, menurut para pejabat Kiev dan pemberontak pro-Rusia.
"Pertempuran-pertempuran di jalan raya terus berlanjut dan para pemberontak menyerang kota itu dalam kelompok-kelompok dengan dukungan dari artileri dan persenjataan berat," kata Kementerian Pertahanan Ukraina dalam satu pernyataan. "Bagian dari kota itu telah direbut oleh para bandit."
Seorang juru bicara pertahanan, Anatoliy Stelmakh, kepada kantor berita AFP bahwa "beberapa unit (tentara) dikepung" dan beberapa tentara ditangkap tetapi tidak memberikan angkanya.
Para pemberontak yang dikutip kantor-kantor berita berbahasa Rusia mengatakan para pejuangnya bergerak cepat dari utara dan timur Debaltseve dan telah menguasai stasiun kereta api yang vital.
Banyak prajurit Ukraina gugur dan dijadikan tawanan, kata mereka mengklaim.
Sekitar 80 persen dari kota itu sekarang sudah berada di tangan para separatis, kata "Menteri Pertahanan" Republik Donetsk Vladimir Kononov, kepada media LifeNews.
Para pejabat Ukraina membantah klaim pemberontak, tetapi mengakui para tentara yang sedang dalam konvoi pemasokan pada Senin ditangkap.
Mereka sebelumnya mengatakan 10 prajurit telah gugur sejak dimulainya gencatan senjata Minggu, beberapa di antaranya berada di dalam atau sekitar Debaltseve.
Rusia dan pemberontak mengklaim sebanyak 8.000 prajurit Ukraina berada di kota strategis tersebut.
Sekitar 5.000 warga sipil juga terperangkap di sana dan mereka dikhawatirkan kekurangan pangan atau air.
Sementara Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius pada Selasa (17/2) mengatakan bahwa bagian “fundamental” kesepakatan gencatan senjata di Ukraina tidak dihormati, meski ada penurunan dalam pertempuran antara pemerintah dan pasukan pemberontak.
“Kami dapat mengatakan bahwa gencatan senjata secara umum dihormati, namun ada dua ‘aspek utama”, kata Fabius kepada parlemen Prancis.
Dia mengatakan bahwa “pertempuran yang sangat sengit” terus berlanjut di sekitar kota Debaltseve di Ukraina timur, yang menurut pemberontak pro-Rusia tidak tercakup dalam kesepakatan gencatan senjata yang diberlakukan pada Sabtu.
Tidak ada penarikan senjata berat seperti yang direncanakan, ungkap Fabius.
“Jelas, dua aspek ini (cukup) fundamental.”
Prancis dan Jerman memimpin dorongan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dalam upaya mengakhiri konflik 10 bulan yang merenggut sekitar 5.500 nyawa.
“Antara perjanjian di atas kertas dan perjanjian di lapangan, ada perbedaan jelas,” tutur Fabius.(AFP)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...