Umat Kristen Suriah Rayakan Natal Kelam
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM - Setelah mengungsi dari serbuan pemberontak di kota bersejarah Suriah Maaolula, ratusan keluarga penganut Kristiani yang berlindung di Damaskus bersiap-siap merayakan Natal kelam jauh dari rumah.
Kota yang indah tersebut merupakan simbol dari kehadiran kekristenan sejak lama, bahkan sejak abad pertama, dalam mosaik religius dan etnis Suriah, yang sekarang dirusak oleh perang saudara yang hampir tiga tahun. Kota Maaloula merupakan peninggalan yang hidup di mana warganya berbicara dalam bahasa Aramik, bahasa yang sama yang digunakan masyarakat pada masa Yerus Kristus.
Para penduduk Maaloula merupaklan salah satu dari jutaan warga Suriah yang mengungsi akibat perang yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, dan apa yang seharusnya menjadi musim liburan menyenangkan malah berubah sebagai kenangan pahit terbaru dari semua yang sudah hilang.
“Hadiah paling indah yang kemungkinan saya bisa terima pada Natal yaitu ingin kembali ke Maaloula,” seperti dibisikkan Hneineh Taalab, yang mengungsi pada September setelah pasukan jihadis memasuki kota tersebut dan sekarang berlindung di sebuah biara Damaskus.
Taalab mengatakan jihadis dfari Front Al-Nusra, sebuah kelompok pemberontak yang berafiliasi Al-Qaeda, membunuh putranya, Sarkis Zakhem, yang berusia 20 tahun saat pasukan jihadis tersbeut menguasai Maaloula pada 8 September, setelah terlibat pertempuran dengan pasukan yang loyal kepada rezim Bashar Al-Assad selama empat hari.
“Al-Nusra juga membunuh saudara dan paman saya karena mereka menolak masuk ke Islam,” kata dia.
Pasukan pemerintah sempat merebut kembali Maaloula dari tangan pemberontak, namun lagi-lagi terusir pada bulan ini saat Front Al-Nusra dan pemberontak lainnya menduduki kembali kota yang sepenuhnya ditinggalkan tersebut.
Saat Patriark Katolik Yunani Gregorius Laham III bertemu dengan para pengungsi di sebuah gereja yang gelap dan berangin di Damaskus saat dia berdoa “agar mengembalikan cinta dan harapan” ke Suriah dan mengenang mereka yang diculik dan dibunuh.
Penganut Kristen, yang membentuk sekitar lima persen dari populasi Suriah, sebagian besar menghindar untuk memihak salah satu pihak dalam konflik tersebut, memicu kelompok pemberontak garis keras untuk mendakwa mereka berkomplot dengan rezim Suriah.
Sekitar 1.200 penganut Kristen berada di antara sekitar 126.000 orang tewas dalam konflik tersebut, menurut Laham.
Sebanyak 450.000 umat Kristiani lainnya mengungsi, sedangkan 60 gereja dihancurkan dan penduduk dari 24 desa terpaksa mengungsi, kata dia.
Tidak ada yang tahu persis apa yang terjadi terhadap 12 biarawati yang diambil pemberontak dari biara di Maalula pada Desember, atau dua uskup Orthodoks yang diculik, atau pastur Yesuit Italia yang hilang.
“Ini sungguh mengerikan. Kita semua terancam, Kristen dan Muslim,” kata Laham.(AFP)
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...