Umumkan Kematian Palsu, Jihadis Menghindari Penangkapan Ketika Pulang
LONDON, SATUHARAPAN.COM – Seorang jihad asal Inggris memalsukan informasi kematiannya untuk menghindari terdeteksi ketika kembali ke negeri itu. Demikian pernyataan poliisi metropolitan Inggris.
Pria berusia 27 tahun bernama Imran Khawaja itu diidentifikasi oleh polisi sebagai "teroris terlatih." Dia diyakini memalsukan kematiannya sendiri saat berperang di Suriah dalam upaya untuk kembali tanpa terdeteksi dan menghindari tuduhan teror. Disebutkan dia telah mengakui hal itu.
Imran Khawaja dalam sidang pengadilan tahun lalu mengaku mempersiapkan aksi terorisme, menghadiri kamp pelatihan dan memiliki senjata api, namun menolak laporan berada di tempat itu hingga hari Selasa.
Khawaja berasal dari Southall di London bagian barat, menghabiskan paruh pertama tahun lalu dalam pertempuran bersama jihadis pada perang sipil di Suriah. Dia pernah memposting pada media sosial gambar dirinya memegang kepala manusia yang dipenggal.
Dia meninggalkan Inggris melalui bandar udara Heathrow pada bulan Januari tahun lalu, bepergian ke sebuah kamp pelatihan di Suriah.
Sesampai di sana, dia bergabung dengan kelompok Rayat Al-Tauhid, sebuah kelompok yang sejalan dengan kelompok Negara Islam, menurut Polisi Metropolitan Inggris.
"Khawaja juga terlihat dalam sebuah video yang diposting di media sosial dengan tas berisi kepala manusia yang dipenggal," kata pernyataan Scotland Yard.
"Deskripsi pada video yang diposting itu adalah ‘British ISIS fighter Abu Daigham al-Britani with government soldier’s head’ (Pejuang ISIS Inggris Abu Daigham al-Britani dengan kepala tentara pemerintah).
Dia juga muncul di salah satu video promosi kelompok itu dengan judul 'Five Star Jihad', yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di kamp pelatihan.
Kelompok militan membuat pengumuman palsu di media sosial bahwa dia dibunuh di medan perang. Polisi percaya laporan itu bagian dari rencana untuk menghapus jejaknya diketahui pihak berwenang.
"Pada bulan Mei 2014, kelompok itu mengeluarkan pesan di media sosial, yang dirancang dengan sengaja menyesatkan pihak berwenang, dan mengklaim bahwa Abu Daigham al-Britani telah meninggal bersama dua pria dalam gambar bertopeng memegang bendera yang terkait dengan Negara Islam," kata Scotland Yard .
Pada kenyataannya, dia melakukan perjalanan ke Bulgaria, di mana dia meminta sepupunya, Tahir Bhatti, 44 tahun untuk menjemputnya.
Rincian kasus itu tidak dipublikasikan sampai pernyataan sepupunya disampaikan di pengadilan.
Pasangan ini ditangkap pada tanggal 3 Juni tahun lalu saat mereka tiba di pelabuhan Dover di Inggris selatan.
"Dia adalah seorang tokoh senior Rayat Al-Tauhid, kelompok yang segaris dengan Negara Islam yang menebarkan aksi terorisme melalui media sosial sekembali ke Inggris," kata Richard Walton, kepala Anti Terorisme pada Komando Kepolisian Metropolitan, hari Selasa.
"Ini adalah orang yang telah memilih jalan terorisme. Kita tidak tahu mengapa dia kembali. Kita tidak tahu apa yang dia rencanakan," kata dia.
Bhatti, seorang sopir taksi yang tinggal di dekat London, hari Selasa itu mengaku bersalah membantu pelaku, tapi belum mengaku membantu menyiapkan aksi teroris.
Orang ketiga dalam kaitan kelompok ini, Asim Ali, mengaku bersalah terlibat pengaturan dana untuk keperluan terorisme dengan mengirim 300 pundsterling untuk Khawaja.
Ketiga orang itu akan divonis pada 5 dan 6 Februari, dan Khawaja menghadapi hukuman penjara yang panjang, mungkin seumur hidup. (AFP)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...