UN Berjalan, Banyak Pihak Dikorbankan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ujian Nasional (UN) bukanlah sekedar dana anggaran 660 milyar Rupiah yang dikeluarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di 33 propinsi juga ikut menggelontorkannya. Ditambah lagi 400 kabupaten dan kotamadya di Indonesia juga turut menganggarkan UN. Belum lagi sekolah yang juga menganggarkan UN. Demikian diungkapkan Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti sambil menyebut anggaran UN benar-benar luar biasa.
“Tetapi yang lebih parah orang tua. Orang tua ini menanggung beban yang tertinggi. Kenapa? Karena orangtua bayar ke sekolah, membiayai anak ke bimbingan belajar, membelikan buku sekolah, memberi uang saku anak buat beli makan anaknya karena anaknya harus pulang sore karena ada pelajaran tambahan. Oleh karena itu banyak orangtua berkeberatan.” Kata Retno Listyarti ketika diwawancara di DPR RI Press Room Nusantara III, Jumat (27/9).
Tetapi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beranggapan UN meningkatkan kualitas pendidikan. Sementara menurut Retno Listyarti, data internasional menyatakan tingkat pendidikan Indonesia rendah hampir dari semua sisi.
Lanjut Retno Listyarti, “Sebenarnya orangtuanya malah menolak UN banyak. Karena mereka melihat tingkat stress pada anak-anaknya. Mereka menanggung beban yang paling banyak.”
Anak depresi, stress, terkena stroke, bahkan bunuh diri karena menjalani UN. Derita anak karena UN memunculkan gugatan ke pengadilan. Pada tahun 2006, 58 orang guru dan elemen masyarakat menolak UN sebagai syarat kelulusan siswa dengan citizen lawsuit ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini di Pengadilan Negeri menang pada tahun 2007. Di Pengadilan Tinggi menang pada tahun 2008. Terakhir menang pula di Mahkamah Agung pada tahun 2009. Keputusan pengadilan menyebutkan negara wajib mengembalikan secara psikologi semua perasaan anak-anak yang mengalami depresi. Keputusan pengadilan juga menyebutkan UN dilarang sebelum memenuhi pemerataan, kualitas, dan fasilitas dalam hal pendidikan.
Kemenangan di pengadilan menurut Retno Listyarti membayar luka dan derita anak setelah tiga tahun berjuang. Negara kalah terus di pengadilan dan dikatakan lalai terhadap hak-hak anak. Tetapi kekalahan ini tetap membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh ngotot menjalankan UN. Ditengarai Retno Listyarti bahwa ada proyek di balik UN, dan ada yang takut kehilangan proyek ketika UN tidak lagi jalan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...