UNESCO Akan Ajukan ISIS ke Pengadilan Internasional
PARIS, SATUHARAPAN.COM – Juru bicara badan PBB untuk Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, UNESCO, Susan Williams, mengatakan, akan merespons kerusakan yang parah pada peninggalan sejarah yang penting di kota Mosul, Irak. Disebutkan badan itu akan mengajukan gugatan pada Pengadilan Kriminal Internasional.
Badan itu berencana mengadakan pertemuan pada awal April untuk menyusun koordinasi dan kerja asama setelah kelompok ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) merusak situs peninggalan sejarah yang penting, khususnya di sekitar kota Mosul, Irak utara.
Pertemuan itu melibatkan pihak pemerintah, organisasi non-pemerintah, arkeolog, sejarawan, dan pihak lain termasuk Interpol, seperti dilaporkan situs berita ankawa.com.
Pekan lalu, ISIS dilaporkan membuldozer peninggalan kota kuno Nimrud, kota Asyur yang didirikan pada abad ke-13 Sebelum Masehi.
Nimrud berada sekitar 20 kilometer sebelah selatan Mosul dan merupakan ibu kota kerajaan pertama di dunia, dan lokasi istana raja-raja Asyur. Pengrusakan itu meliputi berbagai artefak di museum Mosul dan peninggalan di Gerbang Nergal, yang berdiri di pintu masuk ke kota kerajaan kuno Niniwe.
Laporan pada pekan ini menyebutkan ISIS juga telah menghancurkan kota perdagangan kuno Hatra, yang terletak di sebelah barat daya Mosul, dan Dur Sharrukin (sekarang dikenal sebagai Khorsabad), kota kuno Asyur lainnya.
Pengadilan Internasional
UNESCO telah menyiapkan pengajuan ke Pengadilan Kriminal Internasional, namun mengakui masih kesulitan mendapatkan informasi dan bukti. Namun organisasi itu percaya upaya akan efektif dengan keterlibatan Interpol, yang bisa menghentikan peredaran gelap barang hasil jarahan.
Direktur UNESCO, Irina Bokova, menyebutkan kehancuran di Nimrud sebagai "kejahatan perang". "Saya mengimbau kepada semua lembaga budaya, museum, wartawan, dosen, dan para ilmuwan untuk berbagi dan menjelaskan pentingnya warisan peradaban Mesopotamia ini. Kita harus menanggapi kriminal yang menghancurkan budaya ini."
Bokova juga menegaskan komitmen UNESCO untuk memerangi perdagangan gelap artefak "yang secara langsung memberikan kontribusi untuk pendanaan terorisme". "Yang dipertaruhkan adalah kelangsungan hidup budaya Irak dan masyarakat," kata dia.
Namun demikian belum diketahui persis tingkat kerusakan yang terjadi, karena kurangnya pengawasan udara oleh pasukan koalisi. Menteri Pariwisata Irak, Adel Shirshab, telah menyerukan serangan udara oleh koalisi untuk melindungi warisan negara itu.
Sebelumnya diberitakan bahwa sekitar 1.700 dari 2.200 item koleksi museum Mosul, museum terbesar kedua di Irak, dipindahkan ke Museum Nasional Baghdad, sebelum pengrusakan.
Mosul memiliki museum dengan empat ruang utama, dua di antaranya yang merupakan bagian koleksi tentang Assyria dan Hatrene telah mengalami kerusakan, kata pejabat setempat.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...