Loading...
HAM
Penulis: Reporter Satuharapan 17:22 WIB | Jumat, 07 Februari 2014

UNFPA: Sunat Perempuan Menghina Martabat Manusia

Pada usia satu tahun, Fatima telah mengalamai sunat peremuan di desanya, Afar, di Etiopia. Etiopia adalah negara dengan prevalensi tertinggi dalam kasus sunat perempuan. (Foto: UNICEF/Kate Holt)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Direktur Eksekutif United Nations Population Fund (UNFPA), Babatunde Osotimehin mengatakan bahwa praktik sunat perempuan adalah penghinaan terhadap martabat manusia.

Ia melanjutkan, sunat perempuan yang dipahami di berbagai masyarakat dan negara berdasarkan data adalah yang memotong sebagian atau seluruh alat kelamin perempuan

“Ini penghinaan terhadap martabat manusia, sebuah penyerangan atas kesehatan mereka, dan masalah kesejahteraan keluarga, kelompok, dan negara. Pembangunan masyarakat tidak dapat benar-benar terpenuhi selama perempuan masih menderita karena kekerasan HAM atau karena hidup dalam ketakutan,” tegas Osotimehin.

Pernyataannya itu disampaikan untuk memperingati Hari Internasional Toleransi Nol pada Sunat Perempuan (International Day of Zero Tolerance for Female Genital Mutilation) seperti yang dilaporkan UN News Centre pada Kamis (6/2).

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) juga mencatat bahwa meskipun ada upaya yang dilakukan selama seabad ini, namun jutaan perempuan di seluruh dunia masih terancam oleh praktik mengerikan ini.

Di 29 negara di Afrika dan Timur Tengah, di mana praktik ini banyak dilakukan, lebih dari 125 juta perempuan muda dan dewasa telat disunat, demikian laporan UNFPA.

Badan ini memperkirakan jika tren ini masih diteruskan, maka lebih dari 86 juta perempuan muda di seluruh dunia mengalami beberapa bentuk praktik sunat pada 2030.

“Merupakan hal yang tidak dapat diterima jika kekerasan terhadap hak asasi manusia (HAM) semacam ini terus mengancam kehidupan dan masa depan begitu banyak perempuan,” ujar Osotimehin.

Osotimehin menekankan, “tantangan untuk menghapus sunat perempuan di mana pun masih sangat besar dan kita harus terus meningkatkan usaha kita.”

“Pada abad ke-21, tidak ada seorang perempuan pun yang harus menderita atau meninggal karena praktik sunat perempuan. Menyampaikan pesan tentang ketidakadilan yang berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan perempuan adalah urusan kita yang belum selesai,” imbuhnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Ban Ki-moon dalam pesannya pada peringatan tersebut, menyoroti kebutuhan untuk “berjuang mempertahankan yang terbaik dalam setiap kebudayaan, dan meninggalkan yang berbahaya,” yang juga menjadi referensi tema tahun ini.

Tidak ada alasan perkembangan iman atau kesehatan untuk melakukan sunat pada perempuan mana pun, ujar Ban.

“Meskipun sebagian orang berargumentasi bahwa praktik ini merupakan tradisi, kita perlu melupakan perbudakan itu, banyak pembunuhan dan hal yang tak berperikemanusiaan lainnya yang dilindungi dengan argumentasi yang lemah itu,” imbuhnya.

Ia menegaskan, “Hanya karena praktik yang berbahaya ini telah ada sejak lama tidak berarti hal ini benar untuk diteruskan. Semuda tradisi yang merendahkan martabat, tidak berperikemanusiaan dan melukai merupakan kekerasan terhadap HAM sehingga harus dilawan sampai selesai.” (un.org)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home