Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 01:12 WIB | Selasa, 18 Maret 2025

Uni Eropa: Syarat Rusia Menunjukkan Tidak Inginkan Perdamaian dengan Ukraina

Rusia menguasai desa Ukraina di wilayah Zaporizhzhia, kata kementerian pertahanan.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas. (Foto: dok. Reuters)

BRUSSELS, SATUHARAPAN.COM-Syarat yang dituntut Rusia untuk menyetujui gencatan senjata dalam perang di Ukraina menunjukkan bahwa Moskow tidak benar-benar menginginkan perdamaian, kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, pada hari Senin (17/3).

“Syarat yang mereka ajukan - menunjukkan bahwa mereka sebenarnya tidak menginginkan perdamaian, karena mereka mengajukan semua tujuan akhir yang ingin mereka capai dari perang sebagai syarat,” kata Kallas kepada wartawan di Brussels.

Sementara itu, kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pasukannya telah merebut desa Stepove, di wilayah Zaporizhzhia Ukraina, dalam sebuah pernyataan pada hari Senin melalui salurannya di aplikasi perpesanan Telegram. Reuters tidak dapat memverifikasi laporan tersebut secara independen.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengatakan bahwa ia berencana untuk berbicara dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada hari Selasa (18/3) dan membahas cara mengakhiri perang di Ukraina, setelah pembicaraan positif antara pejabat AS dan Rusia di Moskow.

"Kami ingin melihat apakah kami dapat mengakhiri perang itu," kata Trump kepada wartawan di Air Force One selama penerbangan kembali ke wilayah Washington dari Florida. "Mungkin kami bisa, mungkin tidak, tetapi saya pikir kami memiliki peluang yang sangat bagus.

"Saya akan berbicara dengan Presiden Putin pada hari Selasa. Banyak pekerjaan telah dilakukan selama akhir pekan."

Trump berusaha mendapatkan dukungan Putin untuk proposal gencatan senjata 30 hari yang diterima Ukraina minggu lalu, karena kedua belah pihak terus saling melancarkan serangan udara besar-besaran selama akhir pekan dan Rusia semakin dekat untuk mengusir pasukan Ukraina dari wilayah Kursk, wilayah Rusia barat, yang telah mereka kuasai selama berbulan-bulan.

Tidak ada tanggapan langsung dari Kremlin atas permintaan komentar dari Reuters.

Kremlin mengatakan pada hari Jumat ( 14/3) bahwa Putin telah mengirim pesan kepada Trump tentang rencana gencatan senjata melalui utusan AS, Steve Witkoff, yang mengadakan pembicaraan di Moskow, dengan menyatakan "optimisme yang hati-hati" bahwa kesepakatan dapat dicapai untuk mengakhiri konflik selama tiga tahun.

Dalam penampilan terpisah di acara TV hari Minggu (16/3) di Amerika Serikat, Witkoff, Menteri Luar Negeri. Marco Rubio, dan penasihat keamanan nasional Trump, Mike Waltz, menekankan bahwa masih ada tantangan yang harus diselesaikan sebelum Rusia menyetujui gencatan senjata, apalagi resolusi damai terakhir untuk perang tersebut.

Ketika ditanya di ABC apakah AS akan menerima kesepakatan damai yang mengizinkan Rusia untuk mempertahankan wilayah Ukraina timur yang telah direbutnya, Waltz menjawab, "Apakah kita akan mengusir setiap orang Rusia dari setiap jengkal tanah Ukraina?" Ia menambahkan bahwa negosiasi harus didasarkan pada "kenyataan."

Rubio mengatakan kepada CBS bahwa kesepakatan damai terakhir akan "melibatkan banyak kerja keras, konsesi dari Rusia dan Ukraina," dan bahwa akan sulit untuk memulai negosiasi tersebut "selama mereka saling tembak."

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengatakan pada hari Jumat (14/3) bahwa ia melihat peluang bagus untuk mengakhiri perang Rusia setelah Kiev menerima usulan AS untuk gencatan senjata sementara selama 30 hari.

Namun, Zelenskyy secara konsisten mengatakan bahwa kedaulatan negaranya tidak dapat dinegosiasikan dan bahwa Rusia harus menyerahkan wilayah yang telah direbutnya. Rusia merebut semenanjung Krimea pada tahun 2014 dan sekarang menguasai sebagian besar dari empat wilayah timur Ukraina sejak menginvasi negara tersebut pada tahun 2022.

Rusia Menuntut Jaminan Yang Kuat

Rusia akan mencari jaminan yang "kuat" dalam setiap kesepakatan damai bahwa negara-negara NATO mengecualikan Kiev dari keanggotaan dan bahwa Ukraina akan tetap netral, kata seorang wakil menteri luar negeri Rusia dalam pernyataan yang dipublikasikan pada hari Senin (17/3).

Dalam wawancara luas dengan outlet media Rusia, Izvestia, yang tidak merujuk pada usulan gencatan senjata, Wakil Menteri Luar Negeri, Alexander Grushko, mengatakan bahwa setiap perjanjian damai yang berlaku lama di Ukraina harus memenuhi tuntutan Moskow.

"Kami akan menuntut jaminan keamanan yang kuat menjadi bagian dari perjanjian ini," kata Grushko seperti dikutip Izvestia. "Bagian dari jaminan ini harus berupa status netral Ukraina, penolakan negara-negara NATO untuk menerimanya ke dalam aliansi."

Putin mengatakan serangan militernya ke Ukraina terjadi karena ekspansi NATO yang merayap mengancam keamanan Rusia.

Ia menuntut Ukraina untuk menghentikan ambisi NATO-nya, Rusia tetap mengendalikan semua wilayah Ukraina yang direbut, dan jumlah tentara Ukraina dibatasi. Ia juga menginginkan sanksi Barat dilonggarkan dan pemilihan presiden di Ukraina, yang menurut Kiev terlalu dini sementara darurat militer diberlakukan.

Pasukan Penjaga Perdamaian

Trump, yang telah mengubah kebijakan AS dengan bergeser lebih dekat ke Moskow, telah menggambarkan Ukraina sebagai negara yang lebih sulit diajak bekerja sama daripada Rusia. Ia mengadakan pertemuan yang menegangkan dengan Zelenskyy bulan lalu yang berakhir dengan pemimpin Ukraina itu meninggalkan Gedung Putih lebih awal.

Namun, penerimaan Ukraina atas usulan gencatan senjata kini telah menempatkan beban pada Rusia untuk menyerah pada tuntutan Trump dan akan menguji pandangan presiden AS yang lebih positif terhadap Putin.

Sekutu Ukraina di Eropa dan Inggris telah mengatakan bahwa gencatan senjata dan perjanjian perdamaian akhir apa pun harus dinegosiasikan dengan melibatkan Ukraina dalam pembicaraan.

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, mengatakan pada hari Sabtu (15/3) bahwa sekutu Barat selain AS sedang meningkatkan persiapan untuk mendukung Ukraina jika terjadi gencatan senjata dengan Rusia, dengan kepala pertahanan bersiap untuk memperkuat "rencana yang kuat" pekan depan.

Inggris dan Prancis sama-sama mengatakan bahwa mereka bersedia mengirim pasukan penjaga perdamaian untuk memantau gencatan senjata apa pun di Ukraina.

Rusia telah mengesampingkan pasukan penjaga perdamaian hingga perang berakhir. "Tidak masalah di bawah label apa kontingen NATO akan dikerahkan di wilayah Ukraina: baik itu Uni Eropa, NATO, atau dalam kapasitas nasional," kata Grushko. “Jika mereka muncul di sana, itu berarti mereka dikerahkan di zona konflik dengan segala konsekuensinya bagi kontingen-kontingen ini sebagai pihak yang berkonflik,” katanya. “Kita dapat berbicara tentang pengamat tak bersenjata, misi sipil yang akan memantau penerapan aspek-aspek individual dari perjanjian ini, atau mekanisme jaminan. Sementara ini, itu hanya omong kosong belaka.”

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan dalam pernyataan yang dipublikasikan pada hari Minggu (16/3) bahwa penempatan pasukan penjaga perdamaian di Ukraina adalah masalah yang harus diputuskan oleh Kiev dan bukan Moskow. (Reuters)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home