Universitas Monash Kembangkan Sekolah Menyenangkan di Indonesia
MELBOURNE, SATUHARAPAN.COM - Fakultas Pendidikan Universitas Monash di Melbourne menyatakan kesediaannya untuk membantu mengembangkan modul sekolah menyenangkan sehingga hal ini dapat diterapkan lebih sistematis di Indonesia.
Pernyataan dari Universitas Monash ini disampaikan oleh Dekan Fakultas Pendidikan Profesor John Loughran yang bertemu dengan tim Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) baru-baru ini di kampus Monash di Clayton, Melbourne.
Tim Gerakan Sekolah Menyenangkan adalah para mahasiswa pasca sarjana asal Indonesia yang sekarang sedang atau baru saja menyelesaikan pendidikan mereka di Australia.
Tim ini sebelumnya sudah menjalankan berbagai pelatihan di beberapa sekolah di Indonesia, utamanya di Yogyakarta dengan menggandeng Sekolah Dasar Clayton North Primary School untuk memberikan contoh bagaimana model pengajaran yang menyenangkan di Australia.
Menurut rilis yang diterima oleh ABC Australia Plus Indonesia dari tim GSM, mereka bertemu dengan Profesor John Loughran dan Louise Goold, Manajer Bagian Kerjasama Fakultas Pendidikan.
Pada pertemuan ini disepakati kerjasama pengembangan modul ‘sekolah menyenangkan’ berbasis riset yang akan dimulai dengan membuat joint committee atau komite bersama.
Komite itu akan terdiri dari tim GSM dan beberapa dosen Monash yang memiliki kepakaran di bidang ‘Wellbeing School framework’ dan ‘Engaging Learner’.
Sebagai salah satu kampus dengan jumlah mahasiswa internasional Indonesia terbesar di Australia, Universitas Monash akan berkomitmen penuh membantu aktifitas peningkatan kapasitas pendidikan di Indonesia ini.
“Kita sedang merencanakan pertemuan lanjutan untuk membicarakan skala pekerjaan, jadwal hingga proposal yang sistematis”, kata Louise, Manajer Bagian Kerjasama, Fakultas Pendidikan Universitas Monash.
Dalam reaksinya setelah pertemuan, Muhammad Nur Rizal Phd, penggagas GSM mengatakan kerjasama ini diperlukan agar pertukaran praktik cara mengajar ini lebih terarah dan berbasiskan riset.
“Setelah melakukan kerjasama dengan beberapa sekolah di Australia, kami pandang perlu meningkatkan kerjasama dengan kampus di Australia agar pertukaran praktik baik pendidikan yang selama ini kita lakukan melalui forum workshop dan pertukaran guru serta penerjemahan buku yang berisi kumpulan praktis metode pembelajaran yang menyenangkan, menjadi lebih terarah dan berbasiskan riset," kata Rizal.
"Respon positif dari lebih dari 20 sekolah yang tergabung dalam jaringan GSM di Yogyjakarta memotivasi kami untuk menggandeng pihak Universitas Monash untuk terlibat aktif dalam pembuatan modul-modul, yang diperuntukkan bagi guru dan kepala sekolah di Indonesia yang menempatkan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan dalam proses belajar, sekaligus mengaktualisasikan budi pekerti dan nilai-nilai dasar kehidupan,” katanya.
Menurut tim GSM, modul ini diharapkan menjadi pedoman praktis untuk para pendidik di Indonesia bersama orang tua dan masyarakat untuk menggali potensi unik dan utuh siswa.
Berbeda dengan layaknya kerjasama pendidikan yang cenderung dimotori oleh organisasi internasional, GSM mengajak semua pihak termasuk mahasiswa di luar negeri terlibat dalam peningkatan pendidikan di Indonesia lewat berbagai forum diskusi dan riset.
"Gerakan ini bertujuan mengembangkan perilaku dan budaya positif masyarakat Indonesia melalui sekolah," kata Rizal.
Sementara itu, Agus Mutohar, kandidat doktor bidang pendidikan di Universitas Monash yang juga terlibat dalam GSM mengatakan bahwa Indonesia bisa belajar banyak dari negara maju dalam mengelola pendidikan, praktek yang kemudian bisa diterjemahkan dalam konteks Indonesia.
"Satu contoh, di Australia terdapat, school assembly atau pertemuan bersama antara guru, murid, dan orang tua sebagai sarana untuk berbagi informasi dan komunikasi. Dalam konteks Indonesia, kegiatan assembly tersebut bisa dilakukan dengan menggelar pentas kebudayaan atau keagamaan yang bisa menumbuhkan budi pekerti dan nasionalisme,” kata Agus Mutohar.
Dalam praktiknya, GSM fokus pada pengembangan well-being di sekolah yang sedang dan akan melaksanakan proses pembelajarannya baik menggunakan kurikulum lama atau baru nantinya.
"Well-being adalah sebuah pendekatan yang melihat bahwa seorang anak harus diberi kesempatan berkembang secara utuh baik dari sisi intelektual, personal, sosial, dan spiritual sehingga anak-anak akan tumbuh sebagai insan yang cerdas dan produktif yang memiliki kepekaan dan kepeduliaan sosial tinggi," kata Novi Chandra, dosen Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta yang juga sedang menyelesaikan pendidikan doktoral di Universitas Monash.
"Penumbuhan aktifitas yang berdasar pada well-being tersebut nantinya sedang diterjemahkan ke dalam modul yang bersisi panduan aktifitas “sekolah menyenangkan” dalam tingkat kelas dan sekolah,” kata Novi Candra. (australiaplus.com)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...